The Sweet Love Story - Chapter 57
Zhou Xiao duduk sendirian di ruang tamu yang kosong. Zhao Fanzhou pergi membeli makanan, sudah pasti batal makan hotpot. Dia selalu merasa tangan Zhao Fanzhou yang merah dan terlihat menyakitkan itu akan segera terbakar jika dekat dengan barang panas, jadi dia mengatakan tidak mau lagi makan hotpot.
Zhao Fanzhou berkata dia akan membeli makanan untuk dimakan di rumah. Mereka berselisih cukup lama untuk memutuskan siapa yang pergi keluar untuk beli makanan. Pada akhirnya, Zhao Fanzhou yang terlalu malas untuk meladeni Zhou Xiao, mengambil kunci mobil dan pergi keluar.
Dia melihat ke sekeliling ruang tamu, ruang tamunya benar-benar sederhana. Satu set TV dan mejanya, sebuah sofa dan meja kopi, sebuah rak dengan banyak sekali barang di dalamnya, tidak ada lagi.
Hmm… Tidak tahu apabila tidak mendapatkan persetujuan darinya, boleh atau tidak melihat-lihat rumahnya? Siapa peduli, tadi juga dia menciumnya tanpa mendapatkan persetujuan darinya, anggap saja pembalasan agar impas.
Hmm, ruang kerja yang membosankan. Meja kerja, komputer, begitu banyak buku-buku, untuk apa berpura-pura terlihat intelektual!
Hmm, kamarnya bahkan lebih membosankan. Tempat tidur, lemari baju, meja, tidak ada apa-apa lagi.
Tapi, di atas meja ada sebuah topeng yang sangat aneh.
Zhou Xiao tidak bisa menahan diri untuk berjalan mendekat dan meraihnya, kenapa rasanya terlihat sangat akrab ya? Dia membalik-balikkan topeng di tangannya dan melihatnya berulang-ulang. Jelek sekali, bagaimana bisa dia merasa akrab dengan barang jelek seperti ini?
Dari luar terdengar suara kunci diputar, Zhou Xiao bergegas lari keluar dari kamarnya dan melompat duduk di atas sofa.
Zhao Fanzhou begitu masuk, melihat Zhou Xiao sedang duduk di sofa dan sengaja terlihat santai. Namun, di tangannya ada…. Zhao Fanzhou meletakkan makanan di atas meja makan dan memanggilnya, “Kemari, makan.”
Zhou Xiao berdiri, baru menyadari tadi dia terlalu terburu-buru ketika berlari ke ruang tamu, tanpa sadar membawa topeng itu keluar dari kamar. Bahkan dia memegangnya dengan erat.
Seluruh aliran darah seakan mengalir ke wajahnya, rasanya ingin menjadi sebuah biskuit agar bisa dimakan sampai habis.
“Letakkan saja di atas meja, kemari untuk makan.” Zhao Fanzhou sepertinya sangat berbaik hati untuk membantunya menyelesaikan masalah.
Zhou Xiao kembali duduk di atas sofa, tangannya tetap memegang topeng itu dan memainkannya. Dia berkata, “Aku tidak mau makan.” Lagipula, dalam kehidupan seseorang, bisa merasa malu sampai tahap ini juga lebih baik mati kelaparan saja.
Zhao Fanzhou membawa makanan sampai ke sofa, meletakkannya di atas meja kopi. Menarik tubuh bagian atas Zhou Xiao, terduduk, meletakkan kepala Zhou Xiao di pangkuannya, kemudian mengulurkan tangannya ke meja kopi untuk mengeluarkan makanan dari dalam kantong plastik.
Zhou Xiao hampir terkena stroke! Bagaimana bisa dia melakukan segalanya dengan begitu sederhana? Zhao Fanzhou pernah mengatakan ingin bersama dengannya? Apa ada? Apa ada?
“Mau makan apa? fish tofu-nya 7-11 mau tidak?” Zhao Fanzhou menusuk sebuah fish tofu dan mengarahkannya ke samping mulut Zhou Xiao. Dia menggigitnya, dalam posisi tidur agak sulit untuk mengunyah. Dia berusaha untuk duduk dan Zhao Fanzhou juga tidak menghentikannya. Dia membantu menahan punggungnya agar dia bisa duduk dengan baik, menyerahkan lidi panjang itu kepadanya.
“Kenapa aku merasa topeng ini sepertinya tidak asing?” Zhou Xiao menerima lidi panjang itu dan menunjuk ke topeng yang dia letakkan di samping.
“Hadiah darimu ketika kita di Yunnan.”
“Oh iya, pantas aja aku merasa tidak asing.” Dia memasukkan fish tofu ke dalam mulutnya sambil bergumam, “ternyata seleraku yang dulu begitu aneh ya?”
“Telan dulu makanannya baru berbicara.” Zhao Fanzhou berkata sambil mengerutkan kening. Zhou Xiao meliriknya tajam, sudah mulai mengaturnya ya?
“Untuk apa kamu menyimpan barang jelek seperti ini?” Dia menelan seluruh makanan di mulutnya baru berkata.
“….mengenang seseorang.” katanya kesal.
Wajah Zhou Xiao menjadi kaku, “Kamu mengenangku melalui barang sejelek ini?”
“….bagaimana kamu tahu kalau orang itu kamu?”
Keduanya makan dalam diam, tangan Zhou Xiao yang memegang remote TV tidak berhenti mengubah siaran. Matanya tidak meninggalkan layar TV, tangannya tidak berhenti untuk memasukkan makanan ke dalam mulutnya.
Zhao Fanzhou menatap wajah di sampingnya, rambut di samping pipinya dia selipkan dengan sembarangan ke belakang telinga, beberapa rambut yang berantakan keluar dari samping telinganya.
Dia mengulurkan tangan untuk merapikan rambutnya, tubuh Zhou Xiao sempat kaku, namun kemudian kembali santai.
Ponsel berdering pada waktu yang tepat, Zhou Xiao melemparkan remote untuk menjawab telepon, “Mama.”
“Aku beritahu ya, pasangan kencan buta berikutnya dengan tetangga pamanmu. Dia seorang pegawai negeri sipil, kamu harus menghargainya dengan baik.”
“Mama….”
“Tutt…..” Zhou Xiao belum sempat berbicara, Mamanya sudah mematikan telepon. Sejak dia mulai mengikuti kencan buta dan tak kunjung mendapatkan pasangan, Mamanya terus-menerus merasa kecewa. Belakangan ini, wanita tua itu bahkan sudah tidak mau berbicara banyak dengannya.
Dia menyimpan ponselnya dengan tak berdaya, kembali meraih remote dan mengganti siaran TV.
Zhao Fanzhou tiba-tiba mengambil remote di tangannya dan melemparkannya ke sudut sofa, “Mamamu memintamu melakukan apa?”
“Kencan buta, memangnya apalagi?” Dia mengangkat bahunya, membungkukkan pinggangnya untuk meraih remote. Zhao Fanzhou menariknya dengan keras, Zhou Xiao tidak siap sehingga seluruh tubuhnya jatuh ke dalam pelukan Zhao Fanzhou.
Dia berusaha untuk berontak, Zhao Fanzhou berusaha menahannya dalam pelukan.
“Kamu gila ya, lepaskan aku.” Zhou Xiao membungkuk ke arah pangkuannya, berusaha berontak dengan keempat kaki dan tangannya di udara bagaikan kura-kura.
“Tidak akan kuizinkan untuk pergi.” Zhao Fanzhou mengangkatnya ke pangkuannya, melingkarkan tangannya di pinggang Zhou Xiao dari belakang, meletakkan kepalanya di pundaknya.
Zhou Xiao berusaha melepaskan telapak tangannya yang besar dari pinggangnya dan mendengus, “Apa hakmu mengaturku?”
Zhao Fanzhou mengencangkan pelukan di tangannya, meletakkan dagunya di bahu Zhou Xiao, menggunakan tulang dagu untuk menekan tulang di bahu Zhou Xiao.
Zhou Xiao mencondongkan tubuh ke depan untuk menghindari kepala Zhao Fanzhou dari bahunya, “Hei, sakit sekali.”
“Bagus kalau tahu sakit, tidak boleh pergi.”
“Apa pedulimu, aku bukannya tidak pernah pergi ke kencan buta sebelumnya.” Dia berusaha keras melepaskan tangan Zhao Fanzhou yang berada di pinggangnya.
“Apa ini sama dengan sebelumnya?” Dia mulai sedikit marah.
Zhou Xiao memalingkan kepala dan menatapnya dengan aneh, “Apanya yang tidak sama?”
Zhao Fanzhou kesal, barusan saja dua orang itu di sofa telah…. dia…. dan dia bertanya di mana yang tidak sama? Zhao Fanzhou mencium bibirnya dengan kuat, menggigitnya sedikit, melepaskannya dan berkata, “Ini yang membuatnya tidak sama.”
Zhou Xiao menyentuh bibirnya yang tergigit, menatapnya dengan tak percaya, “Kenapa kamu melakukan ini?”
“Kenapa tidak boleh?” Zhao Fanzhou menggigit lehernya lagi, menatapnya dengan jahil.
Zhou Xiao melepaskan tangannya yang berada di bibir dan mengelus lehernya, “Kenapa kamu begitu tidak tahu malu?”
“Kamu baru saja berciuman denganku, kemudian mau pergi kencan buta. Jadi siapa yang tidak tahu malu?” Dia begitu marah sampai hampir berasap.
“Apa hebatnya cuma berciuman saja, aku dan Cai Yasi juga pernah.” Berterus terang memang karakteristiknya.
Zhao Fanzhou melepaskan tangannya dengan wajah cemberut, Zhou Xiao turun dari pangkuannya dan langsung pindah ke sisi lain sofa, menjauh darinya.
Zhou Xiao menelan ludah, sedikit takut, dia sama sekali belum pernah melihat ekspresinya yang seperti itu. Di matanya, Zhao Fanzhou seakan berubah menjadi sebuah bom, sumbunya perlahan-lahan mulai terbakar, sedikit demi sedikit dan hampir meledak.
Zhou Xiao merasa tempat duduk yang dia duduki sedikit tidak nyaman, seolah-olah dia sedang menduduki sesuatu. Dia melihat ke bawah, ternyata, topeng yang jelek setengah mati itu. Dia memindahkan topeng itu dengan pergerakan yang cukup besar.
Zhao Fanzhou mengira dia akan pergi, tiba-tiba bergegas ke arahnya. Zhou Xiao terkejut, secara refleks meraih topeng di sampingnya dan melemparkan ke arahnya.
Ketika topeng terlempar ke arah Zhao Fanzhou, dia mengulurkan tangannya untuk menghalanginya. Tiba-tiba dia tersadar, jika dia berhasil memblokir topeng itu, mungkin saja topeng itu akan mengenai Zhou Xiao. Jadi dia melemparkan topeng itu ke samping dengan telapak tangannya, topeng kayu itu mengenai tangannya yang sedang luka bakar itu dan membuat darah tiba-tiba keluar dari lukanya yang cukup dalam.
Zhou Xiao menatap kosong pada darah yang megalir tanpa henti dari telapak tangan Zhao Fanzhou, matanya seakan berputar, dia pusing.
Zhao Fanzhou memperhatikannya jatuh dengan lembut ke atas sofa, tertegun sejenak. Mengabaikan tangannya yang berdarah, melangkah ke arahnya dan mendudukkannya dengan baik di atas sofa. Menggunakan tangannya yang tidak berdarah untuk menekan titik filtrum*.
*(T/N: titik filtrum adalah titik akupuntur yang berada di lekukan vertikal di area tengah bibir atas)
Zhou Xiao merasa tempat orang itu menekannya sangat menyakitkan, jadi dia pun tersadar. Ketika dia membuka matanya, dia melihat Zhao Fanzhou sedang berlutut di hadapannya.
Zhao Fanzhou melihatnya sadar, sedikit cemas, “Pejamkan matamu, aku akan mengurus luka di tanganku sebentar.” Zhou Xiao segera memejamkan matanya, tidak berani bergerak.
Zhao Fanzhou keluar setelah selesai mengurus luka di tangannya, melihat Zhou Xiao masih berbaring di sofa dengan mata terpejam. Bulu matanya sedikit bergetar karena dia terlalu keras memejamkan matanya. Ada air mata di sudut matanya dan sedang menggigit bibir bawahnya, kemarahan Zhao Fanzhou pun lenyap begitu melihat wajah Zou Xiao yang begitu menyedihkan.
Zhao Fanzhou menghela napas, membungkuk tepat di bibirnya dan mengecupnya dua kali. Dia berkata, “Sudah, bangunlah.”
Zhou Xiao bangkit terduduk dengan perasaan dirugikan, namun dia tidak berani memprotes akan ciuman yang baru saja dicuri lagi darinya. Matanya ingin melirik ke arah telapak tangannya tapi tidak berani, sangat merasa bersalah.
“Aku tidak sengaja.” Zhou Xiao mengerutkan bibirnya, “Maafkan aku.”
“Aku tahu, aku baik-baik saja.” Zhao Fanzhou duduk di atas sofa, menyembunyikan tangannya yang terluka di belakang tubuhnya hingga tidak meninggalkan jejak.
“Biarkan aku melihatnya?” Zhao Xiao memajukan tubuhnya untuk melihat keadaan tangannya.
Zhao Fanzhou tidak mengizinkannya, hanya berkata, “Ada hal yang lebih penting untuk kita bicarakan sekarang.”
“Membicarakan apa?”
“Kamu tidak boleh pergi kencan buta lagi.”
“Tidak bisa, Mamaku pasti akan mencincangku.”
“Katakan saja padanya kalau kamu sudah punya pacar.”
“Aku mana punya?”
“Coba katakan sekali lagi?” Zhao Fanzhou menyipitkan matanya.
“Kamu tidak bisa memaksaku untuk bersamamu dengan ancaman.” kata Zhou Xiao dengan rasa bersalah.
“Lalu kamu maunya bagaimana?” Zhao Fanzhou agak frustasi.
“Aku juga tidak tahu.” Dia menundukkan kepalanya dengan rasa bersalah.
“……”
Nada dering ponsel berbunyi pada saat yang tepat, kali ini dari Yuan Ruanruan.
“Halo, Xue Jie, kamu di mana, sekarang sudah boleh pulang.”
“Aku tidak jauh, kalau begitu aku segera pulang.” Zhou Xiao menutup telepon, menoleh untuk menatap Zhao Fanzhou.
Dia berkata tak berdaya, “Ayo jalan, aku antar kamu pulang.”
Turun ke lantai bawah, Zhou Xiao melihat Zhao Fanzhou tidak berniat untuk membawa mobil. Tidak bisa menahan diri untuk mengingatkan, “Kamu tidak membawa mobil?”
Dia tidak ingin menghabiskan waktu berduaan saja dengannya begitu lama, selain itu, dia melirik kedua tangan mereka yang sedang bergandengan. Dia juga tidak ingin sepanjang jalan bergandengan tangan dengannya.
“Menurutmu apa aku sekarang bisa mengemudikan mobil?” Zhao Fanzhou menunjukkan tangannya yang terbalut perban kepadanya, Zhou Xiao terdiam.
“Kenapa dulu aku tidak tahu kalau kamu fobia darah?” Dia segera menarik kembali tangannya dan bertanya.
“Itu bukan hal yang patut untuk dibanggakan.” gumamnya, berusaha menarik tangannya dari genggaman Zhao Fanzhou, “Di tanganmu ada obat, aku tidak ingin bergandengan tangan denganmu.”
Zhao Fanzhou menatapnya, tidak menyangka orang ini tidak sadar itu semua gara-gara siapa, masih mau protes? “Jangan bergerak, sakit.” katanya sambil mengerutkan kening.
“Oh.” Dia benar-benar tidak berani bergerak lagi.
Sesampainya di lantai bawah apartemen Zhou Xiao, dia mengucapkan selamat tinggal dan berbalik untuk naik ke atas, tapi Zhao Fanzhou tidak melepaskan pegangan pada tangannya. Hubungan keduanya seakan sekali lagi menemui jalan buntu.
“Sudahlah, lepaskan aku. Besok aku akan memberikan jawabannya besok.” Zhou Xiao mulai jengkel.
Zhao Fanzhou menatap matanya sejenak sebelum melepaskan tangannya, “Kali ini, aku tidak akan meninggalkanmu lagi.”
“Hmm.”
“Dan lagi, ciuman sehebat itu, aku hanya pernah melakukannya denganmu.”
“……”