The Sweet Love Story - Chapter 59
Zhou Xiao sedang mandi di kamar mandi, dan Zhao Fanzhou menonton TV bersama dengan Yuan Ruanruan di ruang tamu.
“Xue Zhang, ganti acara yang lain saja. Aku melihat mereka yang menghabiskan waktu begitu lama untuk merebut sebuah bola saja, benar-benar melelahkan.” Yuan Ruanruan mengeluh.
Zhao Fanzhou melihat sekilas kepadanya, tidak bersuara.
Yuan Ruanruan mengambil remote TV, lalu meletakkannya lagi. Sudahlah, dia tidak punya keberanian untuk mengganti siaran TV-nya. Lebih baik melanjutkan menonton sekelompok orang tinggi yang sedang merebut bola saja.
Yuan Ruanruan yang sedang bosan diam-diam menghitung berapa kali pemain bola bernomor punggung 2 yang berkulit hitam itu diam-diam melirik pada seorang pemandu sorak yang mengenakan rok pendek.
Ponsel Zhou Xiao yang berada di atas meja berbunyi, kedua orang yang sedang menonton TV secara refleks menoleh ke benda itu. Layar ponsel menunjukkan telepon itu berasal dari Tuan Xu.
Zhao Fanzhou tanpa ragu-ragu mengangkat telepon, “Halo?”
“Em… Halo, aku mencari Zhou Xiao.” Orang dari seberang sana rasanya tidak mengharapkan yang menjawab telepon itu dari seorang lelaki.
“Dia sedang mandi.”
“Oh, apa kamu…. adiknya?” Pihak lain bertanya lagi.
“Bukan, aku temannya. Nanti setelah dia selesai mandi, aku akan menyampaikan kalau kamu mencarinya.”
“Oh…. baik, terima kasih.”
“Sama-sama.” Zhao Fanzhou meletakkan ponsel itu dan melanjutkan nonton TV.
Zhou Xiao mengeringkan rambutnya dan berjalan ke ruang tamu, bertanya kepada mereka berdua, “Baru saja ponselku berbunyi?”
Yuan Ruanruan tidak berani bersuara, memandang Zhao Fanzhou. Mata Zhao Fanzhou tidak meninggalkan layar TV, menjawab seadanya, “Iya tadi bunyi, aku membantumu mengangkatnya. Dari Tuan Xu yang waktu itu kencan buta bersamamu.”
Zhou Xiao menghentikan tangannya yang sedang menyeka rambutnya, berkata, “Barusan kamu tidak mengatakan hal yang tidak-tidak kan?”
“Tidak.” Matanya masih terus memperhatikan bola basket yang dilempar kesana kemari melalui layar TV.
“Benar-benar tidak ada? Kamu tidak mengatakan kalau kamu pacarku, kan?” Zhou Xiao tidak mempercayainya.
“Tidak.” Zhao Fanzhou menepuk pahanya dan berteriak dengan senang, “Masuk!”
Zhou Xiao menoleh ke Yuan Ruanruan dan bertanya, “Dia benar-benar tidak mengatakan kalau dia itu pacarku?”
Yuan Ruanruan juga menggelengkan kepalanya, berpikir, dia memang tidak mengatakan kamu itu pacarnya, dia hanya mengatakan kamu sedang mandi.
Zhou Xiao menghela napas, mengambil ponselnya dan meneleponnya kembali. Cukup lama dan tidak ada yang menjawab. Dia mengirimkan pesan teks ke sana, ‘Tuan Xu, ada masalah apa tadi mencariku?’
Pesan teks dibalas dengan cepat, ‘Tidak ada, hanya ingin mengobrol denganmu. Seandainya kamu sedang sibuk, lupakan saja.’
Zhou Xiao merasa aneh, menatap pada Zhao Fanzhou, “Kamu pasti sudah mengatakan kalau kamu pacarku kan? Kamu ingin aku dimarahi sampai mati oleh Mamaku?”
Zhao Fanzhou tidak menanggapi, masih tetap menatap layar TV dengan antusias.
Zhou Xiao benar-benar marah, dia melepaskan handuk di lehernya dan melemparkan ke arah Zhao Fanzhou, “Kamu menganggapku orang mati?”
Dia menarik handuk dari atas kepalanya dan berkata, “Aku kan sudah bilang tidak, kalau kamu tidak percaya aku bisa apa?”
Zhou Xiao menoleh dan bertanya pada Yuan Ruanruan, “Ruanruan, katakan dengan jujur, ada atau tidak?”
“Benar-benar tidak, aku bersumpah.” Yuan Ruanruan sangat tertekan, orang ini bertengkar dengan siapa tapi malah melibatkan siapa?
Zhou Xiao tidak berdaya karena tidak ada bukti, juda tidak ada saksi. Dia duduk dekat dengan Zhao Fanzhou dan meraih remote TV dan menggantinya dengan sembarangan.
Zhao Fanzhou merebut remote TV, “Aku sedang menonton pertandingan.”
“Kalau mau nonton pertandingan, pergi nonton di rumahmu.”
Zhou Xiao merebut kembali remote TV, Zhao Fanzhou mengangkat remote itu setinggi mungkin. Zhou Xiao mati-matian meraih tangannya. Jadi, kakinya menumpu di pangkuan Zhao Fanzhou. Tubuh bagian atas tubuhnya bersandar di dada Zhao Fanzhou dan tangannya terentang tinggi untuk meraih remote dari Zhao Fanzhou yang berpostur tubuh tinggi.
Yuan Ruanruan melihat kedua orang itu begitu mesra, setetes keringat dingin pun menetes. Apa-apaan ini? Setidaknya bisakah menganggapnya sebagai seorang makhluk hidup?
Setengah menit kemudian, Zhou Xiao akhirnya menyadari posisi mereka berdua agak tidak senonoh, dia terbatuk dan kembali duduk dengan benar.
“Malas menghiraukanmu, mau nonton ya nonton saja. Aku mau online dulu.” Zhou Xiao menjatuhkan kalimat itu dan berlari kembali ke dalam kamar untuk online.
“Hmm…. aku juga mau pergi online.” Yuan Ruanruan menambahkan, meskipun tidak akan ada yang peduli apa yang dia lakukan, mengeluarkan emoticon mengeluarkan air mata…. Zhao Fanzhou mengangkat bahu, melanjutkan nonton pertandingan.
Ketika Zhou Xiao masuk ke aplikasi QQ, ada beberapa pesan dari sistem. Ada seorang bernama ‘Son of Art’ yang ingin menambahkannya sebagai teman.
Ketika menambahkannya sebagai teman, orang itu menuliskan namanya. Zhou Xiao mengira orang ini teman sekolahnya yang dulu, jadi dia pun menambahkan orang itu sebagai teman.
Setelah dia menekan tombol terima teman, notifikasi QQ di bawah layar komputer terbatuk dua kali, sebuah lambang terompet kecil muncul.
Sejujurnya, dia sebenarnya tidak menyukai suara-suara yang dikeluarkan oleh QQ. Suara batuknya itu seperti orang yang sedang sakit paru-paru, kadang membuat orang panik.
Son of Art: Hi, kamu tahu siapa aku?
Xiao Zhou (nama QQ Zhou Xiao benar-benar tidak kreatif): Tidak tahu.
Son of Art: Coba tebak.
Xiao Zhou: Tidak mau tebak.
Son of Art: Hehe, aku Xiao Jin, entah kamu masih ingat padaku atau tidak?
Zhou Xiao ragu-ragu untuk sesaat, menggaruk kepalanya, tidak bisa mengingat siapa dia.
Xiao Zhou: Ingat, bagaimana mungkin aku tidak ingat? Bagaimana kabarmu?
Son of Art: Lumayan, aku minta maaf atas semua hal aku lakukan dulu.
Zhou Xiao mulai frustasi, tahu begitu tidak usah bilang kalau dia mengingatnya. Bahkan dia siapa saja sudah tidak ingat, mana tahu dulu pernah melakukan hal apa. Seandainya jika dia sudah tidak bisa mengingatnya, lebih baik dia berbesar hati.
Xiao Zhou: Tidak masalah, hal yang sudah berlalu lebih baik dilupakan saja.
Son of Art: Baguslah kalau begitu. Oh iya, kamu sudah punya pacar? Aku tidak akan menjadi bayangan masa lalumu kan? Hehe.
Dari sejarah percintaannya yang sedikit dan sangat menyedihkan, Zhou Xiao akhirnya tahu siapa orang ini, orang yang sempat dia galaukan - entah dihitung atau tidak - sebagai mantan pacar.
Xiao Zhou: Tidak.
Son of Art: Oh.
Zhou Xiao terlalu malas mencari topik pembicaran untuk dibicarakan dengannya, dia menutup kotak dialog dan menonton film. Ketika dia menonton film, suara mencicit itu berbunyi lagi. Dia menekan jeda dan melihat pesan itu, arwahnya hampir kelur dari tubuhnya.
Son of Art: Aku sebenarnya masih menyukaimu, hehe.
Xiao Zhou: Hmm, terima kasih.
Son of Art: Apa hubungan kita masih mungkin?
Xiao Zhou: Tidak.
Son of Art: Kenapa? Kamu masih menyalahkanku?
Xiao Zhou: Tidak, aku sudah punya pacar.
Son of Art: Kalau persaingan yang adil antara kami, boleh tidak?
Zhou Xiao sedikit kesal, terdengar bunyi ketukan di keyboard. Jika bukan memandangnya sebagai teman Yuan Ruanruan, pasti dia sudah memarahinya.
Xiao Zhou: Tidak perlu, aku offline dulu.
Zhao Fanzhou masuk ke kamarnya, melihat wajah kesalnya yang sambil mengetuk papan keyboard. Dia membungkuk untuk melihatnya, Zhou Xiao hanya melihatnya sekilas dan tidak menghentikannya.
Zhao Fanzhou menatap kedua mata Zhou Xiao, ternyata ada orang yang ingin menarik gadis ini dari keluar dari dindingnya.
“Siapa?”
“Mantan pacar yang tidak dianggap.” Zhou Xiao menggerakkan mouse untuk mengganti statusnya menjadi tidak terlihat.
“Cai Yasi?”
“Bukan, kamu tidak mengenalnya.” Dia ragu-ragu selama beberapa detik, sebelum memasukkan ‘Son of Art’ ke dalam daftar orang yang diblokir.
“Kenapa aku tidak mengenalnya Kejadiannya kapan?” Zhao Fanzhou membalik kursinya agar Zhou Xiao mengadap dirinya.
Zhou Xiao yang kursinya diputar tiba-tiba, tubuhnya sedikit tidak stabil. Dia menahan punggungnya dengan menahan sandaran tangan dan berkata, “Bagaimana mungkin kamu bisa mengenalnya, waktu itu kamu masih di Amerika.”
Zhao Fanzhou tidak bisa berkata apa-apa, tidak bisa mengatakan kalau dia telah mengatur informan di sekitarnya. Bukankah sangat jelas bahwa informan ini sama sekali tidak kompeten?
Dia berjalan pergi dengan kesal, kembali ke ruang tamu untuk menonton TV.
Zhou Xiao mengikutinya keluar ke ruang tamu, melihatnya menekan remote TV dengan wajah muram, volume TV ditinggikan sampai membuat telinga terasa sakit.
Zhou Xiao duduk di sampingnya dan merasa dia sangat lucu, mengulurkan tangan ke arahnya.
Zhao Fanzhou meliriknya, meletakkan remote TV di telapak tangan Zhou Xiao yang terbuka.
Dia mengambil alih remote dan menurunkan suara TV sampai volume terendah, “Kamu sudah menemukan cara untuk meyakinkan mamaku?”
“Sudah.” Zhao Fanzhou berkata dengan wajah kaku.
“Benarkah? Cara seperti apa?”
“Besok kita menikah. Bertindak terlebih dulu, melapor kemudian.” katanya dengan santai, lalu bertanya lagi, “Kamu masih memiliki berapa mantan pacar yang tidak aku ketahui?”
“Hmm, tunggu sebentar, aku hitung dulu. “Zhou Xiao memasang wajah serius dan mulai menghitung dengan jari tangannya, Mungkin sekitar lima atau enam orang.”
“Lima atau enam orang?” Zhao Fanzhou meninggikan volume suaranya ketika bertanya.
“Tidak bolehkah? Siapa suruh kamu kabur ke Amerika.” Zhou Xiao berkata dengan perlahan-lahan.
Zhao Fanzhou mengulurkan tangan untuk memeluk lehernya dan berkata dengan nada mengancam, “Coba katakan sekali lagi, berapa orang?”
“Baiklah, baiklah. Cuma dua kok. Lepaskan aku, aku tidak bisa bernafas.” Zhou Xiao berusaha keras untuk melepaskan tangannya, mengambil napas dengan kuat, “aku serius, apa kamu sudah memikirkan bagaimana cara meyakinkan mamaku?”
“Benarkah cuma dua? Yang mana saja?”
“Cai Yasi dan satu orang yang kamu tidak kenal itu. Sebenarnya kamu mau menjawab pertanyaanku atau tidak?”
“Aku akan pulang denganmu Tahun Baru nanti. Sampai saat itu, mau membunuhku atau apapun itu, terserah Mamamu saja. Berapa lama kamu berpacaran dengannya?”
“Tidak lebih dari 3 hari, sudah cukup kan. Jangan dibahas lagi. Aku tidak mau membawamu pulang saat Tahun Baru, yang akan dibunuh Mamaku itu aku, bukan kamu.” Zhou Xiao mencubit lengannya.
“Kamu tidak usah mengatakan kalau kita pacaran, aku akan minta maaf ke rumahmu. Menunjukkan kalau aku ingin mengejarmu lagi. Kamu hanya perlu berakting seakan-akan aku muncul dengan tiba-tiba saja.” Dia mengelus lengannya yang memerah karena cubitan Zhou Xiao.
“Apa bisa seperti itu?” Zhou Xiao menatapnya dengan curiga.
“Dicoba saja dulu. Lagipula kamu hanya perlu berakting seakan-akan tidak mengetahui apa-apa saja. Aku akan menerima segala konsekuensinya, anggap saja menghadapi kesulitan untuk mendapatkan hasil terbaik. Intinya, aku akan berusaha keras untuk mencapainya, berusaha membuat Mamamu merasa tersentuh.”
“Cara berpikirmu sangat payah.” Zhou Xiao tidak bisa tidak mengeluh, meskipun dia juga tidak memikirkan cara lain.
“Kamu punya cara yang lebih baik? Kenapa kamu hanya berpacaran 3 hari dengannya?” Zhao Fanzhou kembali mendekatkan wajahnya pada Zhou Xiao.
Zhou Xiao mendorong wajahnya agar menjauh, mengambil remote TV dari atas meja, “Kenapa, menurutmu terlalu sebentar? Bagaimana kalau aku pergi mencarinya dan berpacaran beberapa hari lagi dengannya?”
“Coba saja. Tadi bukankah kamu sudah memasukkan ke dalam daftar orang yang diblokir? Dia punya nomor teleponmu? Kamu punya nomor teleponnya?” Zhao Fanzhou bertanya tanpa menyerah.
Zhou Xiao berpura-pura tidak mendengarnya, menaikkan volume TV, memutar siaran TV sampai menemukan acara yang bagus dan mengabaikan Zhao Fanzhou yang cemas di sampingnya.