The Sweet Love Story - Chapter 62
Zhou Mama sangat puas dengan penampilan putrinya, dia memasak sepanci besar sup tulang iga yang sangat disukai Zhou Xiao, dan bersiap untuk memberikan penghargaan untuknya.
Zhou Xiao melamun di dalam kamar, pikirannya penuh dengan wajah Zhao Fanzhou ketika berjalan keluar dari pintu. Dia begitu terkejut, bahkan Zhou Xiao yang diam-diam menarik lengan bajunya saja dia tidak menyadarinya. Apa Zhao Fanzhou benar-benar mengira dia ingin putus? Zhou Xiao ingin meneleponnya, tapi dia ingat dia baru saja menghapus nomor telepon Zhao Fanzhou di depan Mamanya.
“Keluar dan minum sup. Aku sudah memasak sup kesukaanmu, sup tulang iga.” Zhou Mama membuka pintu kamar dan melihat putrinya sedang melamun sambil memegang ponsel, “sebaiknya kamu jangan berpikir untuk menanyakan nomor ponselnya melalui temanmu, kalau tidak, lihat bagaimana aku akan menghajarmu!”
Zhou Xiao meliriknya, “Aku tahu.”Benar juga, kenapa tidak terpikir untuk bertanya pada Xie Yixing?
Zhou Xiao minum sup dengan tidak fokus, di pikirannya terus berpikir bagaimana menjelaskan hal ini kepada Zhao Fanzhou kalau dia tadi hanya menyerah sebelum peperangan dimulai. Tapi, di mata Zhou Mama, hal ini terlihat sangat berbeda. Putrinya sejak kecil adalah anak yang sangat ceria dan bersemangat. Sekarang dia bagaikan kehilangan jiwa dan raganya, seakan berbicara dengan sedikit keras padanya saja pasti akan membuatnya ketakutan dan menangis. Zhou Mama melihat sup di dalam mangkuk Zhou Xiao. Dia sudah minum sup itu selama setengah jam, kenapa belum habis?
“Supnya sudah dingin, kamu sedang memikirkan apa?” Zhou Mama mengingatkannya.
“Ah? Oh.” Zhou Xiao mengangkat mangkuknya dan menghabiskan sup itu dalam sekali teguk, kemudian dia kembali masuk ke dalam kamar.
Zhou Xiao kembali ke dalam kamar dan menutup pintu kamar perlahan. Dia menelepon Xie Yixing dan ponselnya tidak aktif. Dia menelepon Yuan Ruanruan, tapi tidak ada yang menjawab. Kali ini dia benar-benar kehilangan cara untuk menghubungi Zhao Fanzhou. Dia ingin mencarinya ke hotel tempat Zhao Fanzhou tinggal, tapi tidak tahu harus membuat alasan apa untuk keluar rumah. Lalu, bagaimana kalau dia sampai di sana dan dia sudah pergi?
Mengingat hal ini rasanya ingin menangis. Apa dia akan sekali lagi pergi tanpa pamit? Harusnya tidak, dia sudah pernah berjanji. Tapi, tadi dia yang bilang ingin putus. Apa Zhao Fanzhou akan merasa tidak perlu mengatakannya padanya lagi? Atau… Zhou Xiao yakin kalau dia terus memikirkan hal ini pasti tidak lama lagi dia akan gila.
Zhou Papa dipaksa oleh Zhou Mama untuk berbicara dari hati ke hati dengan putrinya, baru saja membuka pintu kamar dan melihat ekspresi sedih putrinya, dia sudah ketakutan. Berbalik dan ingin keluar kamar. Melihat Zhou Mama yang berdiri di depan pintu dan menatapnya dengan sengit, dia menggaruk kepalanya dan masuk ke dalam kamar putrinya.
“Xiao, kemari, berbicaralah dengan Papa.” Zhou Papa menepuk kepala putrinya.
“Pa, aku baik-baik saja, sedang tidak ingin berbicara.” Zhou Xiao berkata dengan lemah. Dia menyadari dia tidak punya cara lain selain berpura-pura terlihat menyedihkan.
“Tidak mau berbicara ya, baiklah.” Zhou Papa berjalan keluar pintu dengan lega, Zhou Mama sangat marah hingga dia hampir sama membunuh suaminya. “Memangnya kamu tidak bisa mengobrol baik-baik dengan putrimu?” Zhou Mama mencubit lengan Zhou Papa.
“Kamu dengar dia kan, dia bilang tidak ingin berbicara. Dipaksa juga tidak ada gunanya. Lagipula, kalau kamu ingin berbicara, kenapa tidak berbicara sendiri saja?” kata Zhou Papa.
“Aku sudah berperan jadi orang jahat dalam pertarungan ini, bagaimana aku masih berani berbicara dengannya?” kata Zhao Mama ketus
“Sebenarnya, setelah aku pikir-pikir, sepertinya kita tidak perlu memaksa mereka untuk putus. Bukankah kamu yang bilang anak yang bisa kembali pulang itu jauh lebih berharga daripada emas.” kata Zhou Papa.
“Kamu itu, tidak usah sok bijak.” Zhou Mama melirik Zhou papa, “Dulu dia membuat putri kita begitu sedih, aku ingin dia mengalami sedikit kesulitan juga apa salahnya. Lagipula, kalau memang dia benar-benar ingin bersama dengan putri kita, masa hal seperti ini saja membuatnya lari ketakutan?”
Zhao Mama bergegas ke Bandara. Sebelum naik ke atas pesawat dia masih sempat menepuk dadanya dan menelepon putranya, “Putraku, jangan khawatir, Mama akan membantumu mengejar kembali istrimu.”
Dua jam kemudian, Zhao Mama dan Zhao Fanzhou meninggalkan Bandara, naik taksi dan langsung menuju rumah Zhou Xiao. Sesampainya mereka di lantai bawah rumah Zhou Xiao, waktu sudah menunjukkan pukul 8 atau 9 malam.
Bel pintu berbunyi, Zhou Mama datang untuk membuka pintu. Menemukan Zhao Fanzhou si lelaki sialan itu dan sebuah wanita yang anggun sedang berdiri di depan pintu. Zhou Mama mengerutkan kening dan bertanya, “Untuk apa kamu datang lagi kemari?”
“Selamat malam, Bibi. Ini Mamaku.” kata Zhao Fanzhou sopan. “Selamat malam.” kata Zhao Mama sambil tersenyum.
“Em, selamat malam.” Zhou Mama secara refleks juga membalas dengan sopan, “Silakan masuk.”
“Silakan duduk.” Zhou Mama berkata pada Zhao Fanzhou dan Zhao Mama, lalu menoleh dan berteriak ke dalam rumah, “Papa, Zhou Xiao, keluar.”
Ketika Zhou Xiao keluar, dia terkejut melihat kehadiran Zhao Mama, ternyata Zhao Mama juga sampai datang?
Zhao Mama melihat Zhou Xiao keluar, berdiri dan meraih tangannya. Zhou Xiao berteriak dengan keras, “Bibi, apa kabar?”
“Baik, baru beberapa hari tidak melihatmu, Bibi sudah merindukanmu.” Zhao Mama menarik tangan Zhou Xiao untuk duduk di sampingnya.
Zhou Mama tertegun, ternyata putrinya dengan seperti itu saja sudah ditarik untuk duduk di sana. Dia berdeham dan berkata, “Zhou Xiao, duduk di sebelah sini.” Zhou Xiao dengan patuh pindah untuk duduk di samping Mamanya.
“Maaf, aku terlalu senang bertemu dengan Zhou Xiao.” kata Zhao Mama sambil tersenyum.
Seperti kata pepatah, musuh tidak akan memukul orang yang tersenyum, Zhou Mama juga ikut tersenyum dan berkata, “Tidak masalah, ada orang tua yang begitu menyukainya, kami sangat senang.”
“Masalahnya seperti ini, dulu Fanzhou memang tidak paham bagaimana bersikap. Dia telah melakukan hal-hal yang merugikan Zhou Xiao. Dia memang salah, apabila kalian tidak bisa memaafkannya juga aku mengerti. Pada saat itu dia masih kecil. Selain itu, sebagian besar masalah ini karena aku. Pada saat itu, aku… hmm… psikologisku agak tidak stabil. Dia takut aku akan membuat Zhou Xiao takut.” Zhou Mama dan Zhou Papa saling bertatapan, tidak berbicara.
“Tenang saja, sekarang aku sudah pulih sepenuhnya. Setiap orang tua pasti ini anaknya hidup dengan baik. Kalian begitu, aku juga sama. Seandainya kedua anak kita bisa hidup bersama dengan bahagia dan baik, kita sebagai orang tua kenapa tidak merestui mereka?”
“Kata-katamu memang masuk akal, tapi kami belum merasa yakin.” kata Zhou Mama sedikit kaku.
“Untuk hal ini, jika dia putriku, aku juga pasti akan merasa tidak yakin.” kata Zhao Mama sambil tersenyum, “tapi, dari sudut pandang seorang Ibu, aku masih berharap kalian dapat memberikan satu kali lagi kesempatan kepadanya. Apa kamu tega menolak permintaan seorang Ibu?” Mata Zhao Mama menatap dalam pada mata Zhou Mama.
Zhou Xiao dan Zhao Fanzhou saling berpandangan, sedikit canggung, kenapa jadi begini? Tidak disangka Zhao Mama orang yang termakan serial drama TV.
Hal yang lebih tidak terduga lagi Zhou Mama benar-benar termakan trik ini, dia juga menatap mata Zhao Mama dengan dalam, berkata dengan hati tersentuh, “Aku bisa merasakan ketulusanmu, aku memutuskan untuk memberikan satu kesempatan lagi padanya.”
Ya Tuhan, drama TV yang mengerikan, apa yang kalian ajarkan pada semua wanita China!
Tiga orang lainnya yang berada di ruangan itu berkeringat dingin. Jadi, pada akhirnya, di bawah kesaksian kedua orang tua mereka, hubungan mereka pun memasuki tahap percobaan.
Keesokan harinya, Zhao Mama terbang kembali ke kotanya. Zhao Fanzhou pindah untuk tinggal di rumah Zhou Xiao. Jadi, di dalam rumah Zhou Xiao, seringkali terdengar percakapan sebagai berikut:
“Xiao Zhou, bantu Bibi membersihkan sayur.”
“Baik.”
“Xiao Zhou, bantu Bibi membersihkan ikan.”
“Baik.”
“Xiao Zhou, pergi berbelanja dengan Bibi.”
“Baik.”
“Xiao Zhou, besok kamu yang membuat sarapan, aku lelah.”
“Baik, Bibi. Istirahatlah dengan baik.”
“Xiao Zhou, lantainya terlihat kotor ya?”
“Aku akan segera mengepel.”
Di rumah mereka ada lelaki tampan yang dijadikan pekerja gratis. Dia bekerja dengan sangat keras, melakukan hal yang terbaik dengan sepenuh jiwa dan raganya.
Suatu hari, Zhou Mama membawa Zhao Fanzhou kembali dari Pasar, suasana hatinya sangat baik. Tadi saat di Pasar, mata iri dari para tukang gosip itu sangat memuaskan kesombongan Zhou Mama.
“Nyonya Zhou, apa ini pacar dari Zhou Xiao, putrimu? Bukankah beberapa hari lalu kamu bilang dia masih kecil, ternyata kamu menyembunyikan menantu berbakat seperti ini,” kata tukang gosip A.
“Dia benar-benar terlihat mempesona, tapi jangan menilai orang dari penampilannya.” Tukang Gosip B terlihat iri, “Pekerjaannya apa? Apa kamu tidak takut putrimu yang harus menghidupinya di masa depan?”
Sekelompok orang ini memelototi Zhao Fanzhou dan Zhao Fanzhou yang tidak bisa memahami dialek Chaoshan, tidak tahu mereka sedang mendiskusikan tentang dirinya.
Zhou Mama baru teringat hal ini. Selama ini dia terlalu sibuk memperbudaknya sampai lupa menanyakan apa pekerjaannya. Jadi, dia pun segera bertanya, “Xiao Zhou, apa pekerjaanmu? Berapa pendapatanmu setiap bulan?”
“Aku dan temanku membuka sebuah perusahaan, pendapatannya tidak tentu. Harus memperhatikan laba perusahaan setiap bulannya.”
Tukang Gosip B tersenyum puas, sekaan sedang berkata, lihatlah, lelaki tampan tapi pendapatannya tidak tetap kan. Zhou Mama tidak ingin kehilangan muka, dia segera bertanya lagi, “Sebenarnya berapa pendapatanmu tiap bulan, jangan sampai nanti kamu tidak bisa menghidupi putriku?”
Zhao Fanzhou tertegun sebentar, berapa banyak uang yang dia peroleh sebenarnya sangat sulit untuk dihitung. Melihat disampingnya ada sekelompok bibi tukang gosip, sepertinya dia sudah paham. Dia tersenyum dan berkata, “Rata-rata sekitar 50.000 atau 60.000 yuan dalam sebulan.”
“Hei, kenapa suasana hati Mamaku berubah jadi begitu baik?” Zhou Xiao yang sedang menunggu makanan di meja, bertanya pada Zhao Fanzhou yang sedang sibuk berjalan kesana kemari.
“Sepertinya aku melakukan hal yang dia sukai.” Zhao Fanzhou berhenti di samping Zhou Xiao. Dia melihat Zhou Mama yang sedang di dapur dan memunggungi mereka, Zhou Papa yang sedang membaca koran di ruang tamu.
Dia membungkuk dengan cepat dan mengecup bibir Zhou Xiao sekilas. Setelah itu, dia berbalik dan berkata, “Aku akan membantu Bibi memasak.”
Zhou Xiao menyentuh bibirnya, menatap punggungnya dengan kesal. Rasanya ingin membakar dan membuat dua lubang di punggungnya.