The Sweet Love Story - Chapter 64
Zhao Fanzhou menunggu cukup lama tanpa mendapatkan pesan balasan, menelepon juga ponselnya tidak aktif. Dia mulai cemas, memikirkannya lagi, mungkin dia membutuhkan sedikit waktu untuk mempertimbangkan. Biarkan saja dia memikirkannya dulu, lagipula Zhou Xiao tidak akan bisa melarikan diri darinya.
Zhao Fanzhou menyadari dua hari belakangan ini ponselnya selalu tidak aktif setiap di telepon. Dalam hatinya sudah mulai tidak tenang, tapi tidak berani berpikir aneh-aneh. Sepulang kerja, dia langsung pergi ke lantai bawah kantornya dan menunggu di sana. Tapi, dia menunggu sampai lampu gedung kantor itu gelap, dia tidak melihat bayangannya.
Dia bergegas ke rumahnya, yang membuka pintu adalah Yuan Ruanruan. Dia tersenyum ketika melihatnya, tersenyum dengan canggung dan merasa bersalah. “Ruanruan, Zhou Xiao mana?” tanya Zhao Fanzhou sambil berjalan ke arah kamar Zhou Xiao.
“Dia tidak ada.” Yuan Ruanruan berkata di belakangnya.
“Dia ke mana?” Zhao Fanzhou melihat tidak ada orang di dalam kamar Zhou Xiao, berbalik dan bertanya pada Yuan Ruanruan. “Aku tidak tahu.” Yuan Ruanruan menghentikan langkah kakinya.
“Tidak tahu?” tanya Zhao Fanzhou, wajahnya terlihat frustasi.
Yuan Ruanruan menggelengkan kepalanya, Zhao Fanzhou memberikan lirikan tajam, dia secara otomatis mengangkat tangannya dan berkata, “Aku benar-benar tidak tahu, dia menyuruhku untuk memberitahumu kalau dia ke luar negeri. Dia bilang tidak akan memberitahu dia pergi ke mana, kapan pulang, kalau tidak informasi itu pasti akan bocor kepadamu.”
Zhao Fanzhou mencari petunjuk di dalam kamar Zhou Xiao, baju yang dia bawa tidak banyak, tapi semuanya ada pakaian yang dia suka. Barang lainnya tidak disentuh, artinya dia masih akan pulang kan? Atau dia tidak ingin membawa apa-apa dan memutuskan untuk memulai hidup yang baru?
Zhao Fanzhou bagaikan gasing yang berputar-putar di dalam kamar Zhou Xiao, semakin berputar dia semakin merasa bingung. Akhirnya dia terduduk di atas ranjang Zhou Xiao dengan tak berdaya. Selimut di atas ranjangnya itu penuh dengan aroma tubuh Zhou Xiao, sebenarnya dia pergi ke mana?
Pada jam 4 dini hari, Yuan Ruanruan terbangun untuk pergi ke kamar mandi, mendapati lampu kamar Zhou Xiao masih menyala. Dia perlahan membuka pintu kamar, melihat Zhao Fanzhou masih berdiri membelakangi pintu dan menatap ke jendela. Begitu mendengar suara pintu terbuka, dia segera memalingkan kepala untuk melihat. Sekilas mata itu terlihat penuh harapan, kemudian yang tersisa hanyalah kekecewaan yang mendalam.
“Xue Zhang, pulanglah dulu. Xue Jie pasti akan pulang, dia cuma pergi melakukan perjalanan wisata.” Yuan Ruanruan memberikan saran, menutup pintu dan kembali tidur di kamarnya.
Keesokan paginya, ketika Yuan Ruanruan bangun dan bersiap-siap untuk pergi kerja, dia melihat Zhao Fanzhou sedang duduk di ruang tamu. Dia terkejut setengah mati, dalam hatinya berkata: Matilah, kalau Xue Jie tak kunjung pulang, mungkin sebentar lagi akan ada nyawa yang dipertaruhkan?
“Xue Zhang, kamu tidak tidur semalaman?” Yuan Ruanruan melirik jam tangannya, masih ada satu jam sebelum jam kerja. Dia masih punya waktu 20 menit untuk berbesar hati dan berempati terhadap lelaki linglung yang duduk di hadapannya ini.
“Ada, aku tidur sebentar.” katanya samar.
Xue Jie bilang, dia ingin membuatmu cemas. Dia bilang hanya ingin menggodamu saja, jadi tidak akan ada masalah. Kamu benar-benar-benar tidak usah khawatir,” katanya.
Zhao Fanzhou mengangkat matanya, “Dia bahkan tidak menghubungimu, iya kan?”
Yuan Ruanruan terkejut melihat matanya merah, apa orang ini telah bertransformasi menjadi vampir dalam semalam? “Memang tidak menghubungiku, tapi seharusnya tidak masalah kan?” sebenarnya Yuan Ruanruan juga tidak yakin.
“Tidak masalah, pergilah bekerja. Nanti aku akan membantumu mengunci pintu, aku juga sudah mau berangkat kerja.” katanya. “Oh.” Yuan Ruanruan tidak berani mengatakan apa-apa lagi, bangkit berdiri dan berangkat kerja.
Zhao Fanzhou duduk di ruang tamu itu sendirian selama lebih dari 10 menit sebelum perlahan bangkit dan pergi kerja.
Keindahan dan kemakmuran Kota Suzhou dan Hangzhou sebanding dengan surga.
Zhou Xiao yang sedang berada di surga ini sama sekali tidak merasa bahagia. Dia tidak datang pada saat puncak liburan, jadi tidak terlalu banyak wisatawan. Setiap dia keluar dari Hotel, dia hanya bisa berkeliaran di sekitar kota tua Suzhou, membawa kamera dan mengambil foto kesana kemari.
Setelah lelah mengambil foto, dia akan naik bus untuk pergi ke taman Suzhou. Akhirnya dia bisa melihat taman Suzhou yang selama ini hanya ada di dalam buku pelajarannya saat SD. Dia sangat bersemangat, memegang kamera dan tidak tahu harus membidik pada objek yang mana.
Beratapkan langit biru, pepohonan yang mengelilingi danau, koridor yang panjang, angin yang berhembus tanpa arah. Membuat orang merasa pada detik berikutnya akan ada seorang gadis dengan rambut disanggul dan dayangnya yang akan tiba-tiba muncul di sana. Jembatan yang berada di taman itu juga terlihat sangat tidak biasa. Seringkali berjalan dan tiba-tiba dapat menjumpai sebuah jembatan. Entah mungkin jembatan kayu kecil, jembatan batu, jembatan bambu kecil. Terkadang bahkan jembatan tidak jelas yang menghubungkan dua area atau jembatan yang berbentuk setengah lingkaran.
Menemukan begitu banyak jembatan, membuat Zhou Xiao tidak bisa menahan keinginannya untuk berperan sebentar untuk menjadi siluman ular putih, sayangnya Xu Xian sudah dilemparkan ke dalam perusahaannya untuk bekerja lembur.
Di musim semi, taman itu penuh dengan bunga-bunga mekar yang tidak dikenali olehnya. Warna apapun ada, biru, ungu, merah, merah muda… bunga lima warna bukan hanya membuat taman itu terlihat lebih indah, tapi seperti dalam lukisan cat air. Membuat taman itu semakin terlihat elegan.
Zhou Xiao seringkali menghabiskan waktu di taman seharian. Jadi, dia mempelajari satu per satu nama tempat di dalam taman itu, setiap nama tempatnya sangat puitis. Orang-orang kuno memang sangat berbakat, contohnya ada Aula Yuanxiang, Pavilion Liuting, Bangunan Quxi, Kuil Daiyun, Pavilion Zheng Qu, Panggung Guanyun, Pavilion Yifeng…. Tiga kata yang sederhana namun begitu dikombinasikan menjadi penosa alam yang sangat langka.
Tapi lebih seringnya dia hanya berada di taman untuk membaca buku, mengambil foto, mendengarkan musik, melamun. Dia hanya ingin menikmati hidupnya saja. Ada sangat banyak taman di Suzhou. Dia pergi ke satu taman setiap harinya, ketika dia sudah sampai di taman ke-8, dia menyadari liburannya hanya tersisa 2 hari. Dia harus berpisah dengan kota yang indah ini dan dia memutuskan tujuan terakhirnya adalah — pergi ke Zhouzhuang*.
(T/N: Zhouzhuang adalah objek wisata kota kanal tua antara Shanghai dan Suzhou)
Zhouzhuang layak disebut saluran air di Cina, di mana-mana terdapat aliran air, bahkan udara pun terasa lembab. Setiap pagi hari, langit selalu dipenuhi kabut, bahkan batu di jalan pun basah. Oleh karena itu, di atas bebatuan seringkali dijumpai lapisan lumut.
Orang yang berjalan di atasnya seolah-olah mereka menjadi bagian dari sejarah, terakumulasi oleh waktu. Setiap tempat yang dikunjungi bagaikan lukisan pemandangan dari cat air, setiap sudut bahkan dapat dibuat menjadi sebuah kartu pos yang indah.
Zhao Fanzhou sudah hampir gila, dia sudah bertanya kepada semua orang yang kemungkinan mengetahui keberadaannya. Tempat yang mungkin dikunjungi oleh Zhou Xiao pun sudah didatangi. Satu-satunya yang belum dia periksa hanyalah dokumen imigrasi orang yang datang dan pergi meninggalkan negara ini. Setiap hari dia menelepon ponsel Zhou Xiao dengan panik, tapi setiap kali dia hanya bisa mendengar suara datar, ‘Maaf, nomor yang Anda tuju sedang tidak aktif’.
Dia sudah tidak tahu berapa pesan teks yang dia kirimkan, setiap ada waktu kosong pasti dia akan mengirimkannya. Jadi, belakangan ini orang-orang di perusahaan itu terus melihat CEO mereka menekan ponsel tanpa henti, pada saat kerja, pada saat istirahat, bahkan pada saat sedang rapat.
Sekarang Zhao Fanzhou sudah tidak pulang ke rumahnya ketika selesai bekerja. Setelah mendapatkan persetujuan dari Yuan Ruanruan, dia akan berada di kamar Zhou Xiao setiap dia ada waktu. Dia tidak mengerti kenapa Zhou Xiao pergi, tidak tahu dia pergi ke mana, tidak tahu kapan dia pulang, tidak tahu dia akan pulang atau tidak… Kali ini dia baru tahu, hal paling membuat orang tidak berdaya dalam cinta adalah menunggu dalam ketidakpastian. Penantian tak berujung itu bagaikan minum racun, sedikit demi sedikit meracuni darahmu, seinci demi seinci mengikis tulangmu.
Saat inilah Zhao Fanzhou baru menyadari rasa sakit yang dia berikan kepada Zhou Xiao pada saat itu. Terkadang jika dia telah mengalaminya sendiri, mungkin dia baru mengerti apa yang namanya ‘sakit hati’.
Zhou Xiao turun dari pesawat, menarik kopernya dan naik ke dalam taksi. Ah, dia sudah kembali. Zhao Fanzhou pasti sudah meledak, lebih baik dia bersiap-siap untuk mendapatkan pelajaran. Membahas tentang Zhao Fanzhou dia baru teringat dia belum menyalakan ponselnya selama 10 hari. Jadi dia mengeluarkan ponsel dari bagian terdalam tas dan menyalakannya. Pesan teks berbunyi tanpa henti, hampir saja membuat ponselnya meledak. Dia membukanya satu demi satu.
Pesan Ke-1, Zhao Fanzhou: Maukah kamu pindah dan tinggal bersamaku?
Pesan Ke-2, Zhao Fanzhou: Kenapa mematikan ponsel? Setelah menyalakan ponsel, hubungi aku.
Pesan Ke-3, Zhao Fanzhou: Kalau sudah membaca pesan ini, kabari aku.
Pesan Ke-4, Zhao Fanzhou: Aku sudah tahu, tidak mau pindah ya sudah, kenapa harus marah?
Pesan Ke-5, Zhao Fanzhou: Telepon aku, aku sangat khawatir.
Pesan Ke-6, Zhao Fanzhou: Zhou Xiao, kamu cari mati ya? Kalau masih tidak membalas pesanku, kamu akan mati di tanganku.
Pesan Ke-7, Zhao Fanzhou: Kamu ke mana? Aku tidak dapat menemukanmu.
Pesan Ke-8, Zhao Fanzhou: Kamu kapan pulang?
Pesan Ke-9, Zhao Fanzhou: Aku tahu aku salah, kamu jangan mengabaikanku.
Pesan Ke-10, Zhao Fanzhou: Pulang ya, bisa tidak?
Pesan Ke-11, Zhao Fanzhou: Aku sudah menunggumu 5 hari, rasanya seperti sudah melewati 5 tahun. Bagaimana mungkin aku dulu membuatmu menungguku tiga tahun? Tiba-tiba aku merasa aku tidak pantas untuk mencintaimu.
Pesan Ke-12, Zhao Fanzhou: Apa kamu benar-benar merasa aku tidak pantas mencintaimu? Kenapa tidak memberikan kabar?
Pesan Ke-13, Zhao Fanzhou: Tidak peduli apa yang kamu pikirkan, aku akan menunggumu.
Pesan Ke-14, Zhao Fanzhou: Aku sudah menarik kabel internet di kamarmu, jangan marahi aku ketika kamu pulang.
Pesan Ke-15, Zhao Fanzhou: Sekarang jam 3 dini hari, aku belum selesai membaca dokumen tadi siang, belakangan ini selalu tidak bisa fokus kerja.
Pesan ke-16, Zhao Fanzhou: Kemarin aku hampir mengalami kecelakaan mobil, tidak bisa melihat dengan jelas.
Pesan ke-17, Zhao Fanzhou: Aroma tubuhmu ada di selimutmu, aku tidak bisa tidur.
Pesan ke-18, Yuan Ruanruan: Xue Jie, jika kamu tidak pulang, sebentar lagi akan ada nyawa yang melayang. Aku tidak mau setiap hari melihat orang yang seperti mayat di rumah, cepatlah pulang!
Pesan ke-19, Zhao Fanzhou: Hari ini aku bertemu dengan Cai Yasi di restoran, dia menanyakan kabarmu.
Pesan ke-20, Zhao Fanzhou: Belakangan ini aku merasa tidak nafsu makan, ingin makan sup buatanmu.
Pesan ke-21, Zhao Fanzhou: Belakangan ini aku terus tergoda untuk merokok, ternyata berhenti merokok itu tidak mudah.
Pesan ke-22, Zhao Fanzhou: Benarkah kamu tidak akan kembali? Kalau kamu tidak kembali, aku akan tinggal di sini.
Pesan ke-23, Zhao Fanzhou: Kalau kamu pulang, aku akan menemanimu makan tiap hari.
Pesan ke-24, Zhao Fanzhou: Aku merindukanmu.
Zhou Xiao melihat pesan itu sampai matanya basah, dia sebenarnya hanya ingin membuat lelucon saja, tak disangka dia begitu merasa tidak tenang. Begitu Zhou Xiao mengatakan sudah memaafkannya, dia benar-benar telah memaafkannya.Di dalam hatinya, dia hanya ingin melewati hari-hari dengan baik bersama Zhao Fanzhou. Dia meminta sopir taksi untuk berbalik ke lantai bawah perusahaan Zhao Fanzhou, berdiri di depan pintu perusahaannya dan meneleponnya.
“Halo?” suaranya terdengar hati-hati. “Zhou Xiao, apa itu kamu?”
“Hmm.” suara Zhou Xiao sedikit serak, “Maafkan aku.”
“Kamu di mana?” tanyanya dengan cemas.
“Di Lobby kantormu.”
“Tunggu aku, jangan bergerak.”
Zhou Xiao dapat mendengar langkah kaki cepat dan bunyi gemerisik aneh dari seberang sana.
“Jangan tutup teleponnya.” Zhao Fanzhou berlari sambil berbicara melalui telepon, “Aku akan segera turun.”
“Pelan-pelan saja, aku akan menunggumu.” Zhou Xiao menenangkannya.
Zhao Fanzhou berhenti di depannya dengan napas terengah-engah, walaupun dia berpakaian dengan formal, tapi kancing dan dasinya sudah dilepas, rambutnya juga sedikit berantakan karena berlari. Zhou Xiao tersenyum kepadanya, “Kamu terlihat sangat bodoh, sedikitpun tidak terlihat elegan.”
Zhao Fanzhou tidak menjawab, matanya menatap lurus ke arahnya. Zhou Xiao yang ditatap seperti itu merasa bersalah, mengulurkan tangan untuk menarik tangan Zhao Fanzhou, “Marah ya? Maafkan aku, aku cuma ingin menggodamu.”
Zhao Fanzhou memegang tangannya dan menariknya dengan keras, seluruh tubuh Zhou Xiao jatuh ke dalam pelukannya. Zhou Xiao tidak berani bergerak, mendengarkan detak jantung dan napas Zhao Fanzhou dengan tenang.
“Kamu pergi ke mana?” Setelah sekian lama, baru terdengar suara Zhao Fanzhou yang murung dari atas kepalanya. “Suzhou.” katanya, dia mencoba untuk mendongakkan kepala dan menatapnya, tapi Zhao Fanzhou kembali menekan kepalanya agar tidak bergerak.
“Aku hanya pergi liburan.” Suaranya teredam karena kepalanya tertekan di dadanya, “Kamu jangan marah.””Iya.” Dia hanya mengatakan itu.
“Kalau begitu, kita sekarang sudah impas kan?” Zhou Xiao berusaha keras untuk mencairkan suasana. “Tidak.” Dia melepaskan Zhou Xiao, membawanya ke tempat parkir mobil.
“Hei, kamu mau membawaku ke mana?” Zhou Xiao berteriak sambil dirinya dipaksa masuk ke dalam mobil, “Jangan membunuhku, lain kali aku tidak berani lagi.”
Zhao Fanzhou mengabaikan teriakannya dan membawanya ke lantai bawah apartemen Zhou Xiao, menariknya ke atas. Zhou Xiao berteriak dengan keras, “Tidak usah mengantarkan Buddha sampai ke barat, atar sampai ujung tangga sudah boleh. Di rumah sedang tidak ada orang, tidak boleh membiarkan laki-laki untuk masuk.” Zhou Xiao menolak untuk membuka pintu. Zhao Fanzhou meliriknya, mengeluarkan kunci dari sakunya untuk membuka pintu.
“Kenapa kamu bisa memiliki kunci rumahku?” tanyanya.
“Yuan Ruanruan yang memberikannya kepadaku.” Zhao Fanzhou berjalan ke kamar Zhou Xiao.
“Bagus, ketika aku tidak ada kamu sudah mengambil keuntungan dengan Yuan Ruanruan ya?” kata Zhou Xiao sambil mengikuti di belakangnya. “Tidak usah omong kosong, bereskan barang-barangmu.” Zhao Fanzhou meliriknya tajam.
“Bereskan barang apa?”
“Mulai hari ini kamu pindah ke rumahku.”
“Tidak mau,” teriaknya, “aku tidak mau.”
“Aku berikan dua pilihan untukmu, kamu pindah hari ini, atau malam ini kita akan bermalam pertama.” Dia berkata dengan tatapan serius, Zhou Xiao tertegun sebentar dan tertawa, “Kamu sekarang jadi suka bercanda.”
“Coba saja, mau lihat aku bercanda atau tidak?” Zhao fanzhou membuka pintu lemari dan mengambil beberapa pakaian dan melemparkannya ke ranjang, “cepat bereskan.”
Zhou Xiao menyadari Zhao Fanzhou sangat serius, menatapnya kemudian menatap ranjangnya. Kemudian dia mengeluarkan sebuah kotak besar dari bawah tempat tidur dan melemparkan pakaian ke dalamnya, “Aku mau tidur di kamar yang paling besar.”
“Terserah kamu.” Zhao Fanzhou sudah mulai membereskan komputernya. Jadi, Teman sekolah Zhou Xiao dengan cara seperti ini diculik untuk tinggal bersama dengan Zhao Fanzhou.