The Sweet Love Story - Special 5
Translator Note:
Jarang-jarang ya notenya ada di atas. 🙂
Tapi daripada kalian bingung, mending aku jelaskan dari awal.
Ini final part dari Sweet Love Story, dann…. ini ujian dari chapter awal (sengaja panggilan suami/istri-nya aku biarin seoriginal mungkin).
Kalau yang lupa mungkin bisa baca-baca lagi di Chapter 1.
Kalau bingung kenapa Zhou Xiao bisa mengalami hal seperti ini, kalau analisa aku karena dia pernah mengatakan sesuatu waktu baru putus sama Zhao Fanzhou.
Apa itu?
Re-check di Chapter 35. 🙂
Hari sudah fajar, ayam sudah berkokok.
Zhou Xiao membuka matanya, dia sangat terkejut! Ini ada dimana? Kelambu? Tempat tidur dengan ukiran kayu?
Dia kembali memejamkan matanya, ini mimpi! Pasti cuma mimpi!
Sepasang tangan terulur dan meraih pinggangnya, Zhou Xiao yang sedang memejamkan matanya, mendesah lega. Benar-benar hanya mimpi! Dia belum pernah begitu merasa bersyukur pada tangan Zhao Fanzhou yang besar dan berbulu itu. Dia membuka matanya dengan suasana hati yang senang, matanya melihat Zhao Fanzhou yang tampan bahkan surga pun tidak dapat mentolerirnya.
(Ketampanan hanya ada di mata orang yang melihatnya, tidak usah berdebat.)
Ckckckck, lihatlah suaminya, alis ini, mata ini, hidung ini, mulut ini, sangat tampan. Meskipun rambutnya berubah menjadi panjang dan aneh, dia tetap terlihat tampan. Ah, ingin rasanya memulai aksi, dengan begitu, perasaan cinta akan berbanding lurus dengan perbuatan! Zhou Xiao mendekati wajah Zhao Fanzhou, ketika wajah mereka hanya berjarak 0,1 cm, Zhou Xiao akhirnya kembali mendapatkan rasionalitasnya. Sejak kapan Zhao Fanzhou menggunakan model rambut yang mengerikan seperti ini?
Dia bangun dari tempat tidur bagaikan pegas, Zhao Fanzhou (mungkin pada saat itu bernama seperti itu) ikut terbangun oleh gerakannya, mengerutkan keningnya, “Ada apa?”
Zhou Xiao mengarahkan jari kepadanya, meskipun dia tertutupi oleh selimut, tapi dia dapat menebak kalau… dia dia dia dia…. dia tidak memakai baju… Kemudian dia menatap dirinya sendiri, untunglah, pakaiannya masih lengkap.
“Kamu sedang memakai kostum apa?” Zhao Fanzhou memandang gaunnya.
“Ah?” Zhou Xiao tertegun, dia mencerna sejenak sebelum mengerti apa yang ditanyakan oleh Zhao Fanzhou. Tapi, dia tidak punya waktu untuk menjawab pertanyaannya. Dia sibuk melihat lingkungan sekitar, meja berbahan mahogany, bangku bundar, lampu minyak, jendela dari kertas, apa… apa… ini pembalasan? Apa dia terlalu lama menonton film kerajaan di internet, jadi dia harus menyeberangi zaman? Oh sh*t, ada begitu banyak karya sastra yang harus diberikan komentar di hadapannya, dia tidak mengerjakannya dengan baik. Setelah kehilangan semuanya, dia sangat menyesalinya. Jika dia diberikan kesempatan lagi, dia akan meninggalkan komentar, jika dia harus memberikan komentar dengan hitungan kata-kata, dia akan menuliskan…. 10.000 kata.
“Aku sedang bertanya padamu.” Zhao Fanzhou mengeraskan suaranya.
“Ini dinasti apa?” Zhou Xiao berbalik dan bertanya.
“Song.” Zhao Fanzhou tidak merasa pertanyaannya aneh?
“Dinasti Song Selatan atau Song Utara?” tanyanya.
“Dinasti Song Selatan atau Utara?” Akhirnya dia merasa pertanyaannya mulai aneh.
“Sudahlah.” Reaksinya secara tidak langsung mengatakan kalau ini Dinasti Song Utara.
“Jadi aku berbaring bersamamu, aku sudah menikah (Jie Hun) denganmu?” Menurut pengalamannya membaca novel, melalui pertanyaan ini dia bisa mengetahui: Dia orang dari rumah bordil atau keluarga yang normal. Lagipula setting ruangan ini tidak seperti menonton drama kerajaan di TV. Jadi, kemungkinan kesedihan di dalam istana itu tidak terjadi padanya.
“Menikah (Jie Hun)?” tanyanya.
“Maksudku, apa kita sudah menikah (Xiang Qin)?” Zhou Xiao dengan enggan menggunakan kosakata sastranya.
(T/N: Dalam bahasa mandarin menikah ada dua penulisan: 结婚 (Jie Hun) dan 成亲 (Xiang Qin), cuma 成亲 (Xiang Qin) biasa lebih digunakan dalam film jadul karena lebih halus gitu pengucapannya.)
“Niang Zi, apa aku sudah membuatmu merasa tidak puas?” Ada nada mengejek samar dalam suaranya, tapi Zhou Xiao tidak dapat mendengarnya.
“Niang Zi? Kamu benar-benar Lao Gong-ku?” Zhou Xiao tidak bisa menahan teriakannya, ternyata setelah berpindah ke zaman kuno pun masih tidak bisa mengubah takdirnya untuk menikah dengan Zhao Fanzhou?
“Lao Gong?” Zhao Fanzhou mengangkat alisnya, mengulangi kata-kata terakhirnya.
“Ah, Xiang Gong, Xiang Gong. Menyebalkan, aku tidak mampu berkomunikasi denganmu.” Zhou Xiao sangat kesal, kenapa dia begitu sial? Sudah pindah zaman, sekarang masih harus menjadi wanita yang sudah bersuami (apa hakmu untuk merasa keberatan? jelas-jelas memang wanita yang sudah menikah!).
Masih lumayan menjadi wanita yang sudah bersuami, tapi suaminya masih orang yang sama! Benar-benar tidak segar, sungguh tidak berkualitas!
Sebentar, sebentar… orang yang sama? Apa dia juga pindah zaman? Tidak mungkin, baru saja dia bahkan tidak mengerti arti Jie Hun, berarti dia memang orang zaman kuno. Orang Zaman Kuno… bagaimana cara berkomunikasi dengannya ya? Untung dia masih berbicara Bahasa Mandarin.
Ketika Zhou Xiao membaca novel transmigrasi yang paling mengkhawatirkan adalah orang zaman kuno akan mengeluarkan kata-kata yang aneh. Dia teringat guru Bahasa Cina Kuno pernah mengatakan, orang zaman kuno sangat berbeda dengan orang zaman modern, sehingga sastra kuno dan sastra modern sama sekali tidak dapat dihubungkan.
Sekarang sungguh membosankan ketika dipikirkan, Tuhan bahkan sudah memberikan lelucon macam ini dalam hidupnya. Masih ada hal apa lagi yang tidak dapat dilakukan-Nya? Tuhan, kamu memang Maha Penguasa yang luar biasa!
Zhao Fanzhou terduduk, selimut itu merosot turun dari dadanya dan menunjukkan dadanya yang kokoh. Kemudian dia menyilangkan kedua tangannya di dada dan menatap Zhou Xiao dengan serius.
Ckckckck, dia yang berambut acak-acakkan dan setengah bertelanjang dada, benar-benar setengah mati tampannya dan setengah mati mempesonanya. Zhou Xiao menatapnya dengan mata berbinar-binar, dengan kuat dia menepuk kepalanya agar kembali sadar.
“Ini…. masalahnya agak rumit. Aku juga tidak tahu bagaimana menjelaskannya kepadamu. Intinya, aku bukan Lao Po-mu. Bukan, maksudku aku bukan Niang Zi-mu, aku berasal dari tempat yang amat sangat jauh. Tidak benar juga, dari zaman yang amat sangat jauh. Aku…” Zhou Xiao yang berbicara sampai setengah, tidak bisa tidak berhenti karena Zhao Fanzhou sedang menatapnya dengan tatapan seolah dia orang sakit jiwa.
“Niang Zi, istirahatlah dulu, aku akan menyuruh orang untuk memanggil Tabib.” Zhao Fanzhou bangkit dari tempat tidur dan berkata dengan acuh. Zhou Xiao menyadari, apa suami zaman kunonya ini tidak terlalu menyukainya?
Setelah dia selesai berpakaian, dia berkata, “Gantilah pakaian aneh di tubuhmu itu, jangan membiarkan dirimu menjadi bahan tertawaan orang.” Setelah selesai mengatakannya, dia berjalan pergi tanpa menoleh.
Kelihatannya dia yang tidak sengaja pindah ke zaman ini telah memasuki tubuh orang yang memiliki hubungan tidak baik dengan suaminya. Kalau tidak, mana ada orang yang melihat istrinya pagi-pagi berteriak dengan tidak jelas kemudian bisa berjalan pergi dengan begitu acuh. Atau mungkin istrinya sebenarnya memang sakit jiwa dan dia sudah terbiasa? Dia tidak mungkin pindah ke tubuh orang yang sakit jiwa kan?
Setelah pindah ke tubuh ini, dia masih tidak tahu penampilannya sudah berubah seperti apa, harus segera bercermin! Dia berlari ke meja rias, dia juga tidak peduli seperti apa bentuk meja rias itu, melihat dirinya seperti apa adalah yang utama.
Setelah melihatnya, untunglah, masih tampilannya yang asli. Hanya saja, cermin perunggu ini telah membuat warna kulitnya pudar.
Dia duduk di samping tempat tidur. Benar juga, dia bahkan memakai pakaiannya sampai kemari, tentu saja penampilannya tidak berubah.
“Shao Furen?” Terdengar suara gadis muda dari luar pintu.
“Masuk.” Zhou Xiao menjawab dengan tak berdaya, Shao Furen yang dimaksud harusnya dia kan?
Seorang gadis berusia 15 atau 16 tahun mendorong pintu kecil dan menutupnya, “Shao Furen, shaoye memintaku untuk datang membantumu mengganti pakaian.” Gadis itu melihat pakaian di tubuh Zhou Xiao dan tertegun, “Shao Furen, pakaian di tubuhmu?”
(T/N: Shaoye adalah tuan muda, Furen adalah istri dari Shaoye.)
“Bukankah mau mengganti pakaianku, cepatlah.” Zhou Xiao berkata dengan ketus.
Setelah beberapa saat, Zhou Xiao dibebat erat oleh pakaian itu. Cuaca begitu panas, dia memakai pakaian seperti ini bukankah keringatnya akan mengalir sampai menjadi sungai?
“Shao Furen, shaoye berkata, sebentar lagi Tabib akan datang, dia tidak memperbolehkanmu untuk keluar.” kata Gadis itu sambil membantunya menyisir rambut. “Hmm.” jawab Zhou Xiao sekenanya, dia sangat tertekan sekarang. Sangat ingin pulang, merindukan Zhao Fanzhou-nya.
“Shao Furen, ketika Tabib masuk, mohon Anda jangan berbicara sembarangan.” kata Gadis itu.
Zhou Xiao menatapnya, tampaknya gadis itu berasal dari satu negara dengannya. Dia memaksakan diri untuk menanyakan namanya, “Em… Xiao… kamu umur berapa?” Dia menggunakan kata di belakang Xiao itu dengan nada yang samar.
“Menjawab Shao Furen, Xiao Tao tahun ini berusia 14 tahun.”
“Oh. Baru 14 tahun ya.” Setelah bertanya namanya, dia menjawab sekenanya kepada Xiao Tao.
Rambutnya digelung-gelung oleh Xiao Tao menjadi sebuah bentuk yang relatif tidak senonoh. Tampak seperti akar pohon tua, namun semakin dilihat semakin mirip dengan… feses…
Zhou Xiao mendesak Xiao Tao untuk membawakan sarapan, diam-diam menyelinap keluar. Jarang-jarang bisa datang ke zaman kuno, tentu harus melihat-lihat sampai puas. Sejujurnya, sampai sekarang dia masih merasa dirinya hanya bermimpi. Seandainya dia benar-benar sedang bermimpi, dia harus mendapatkan pengalaman baru dari mimpi ini. (Tidak pernah mendengar saat bermimpi pun bisa mendapatkan pengalaman baru)
Ada cukup banyak orang di jalan, semua terlihat sangat menggetarkan dunia. Mungkin mereka belum berevolusi. Lagipula, zaman ini cukup dekat dengan era australopithecine. Sebelumnya entah dimana dia pernah melihat Ratu dan selir dari Kaisar Guangxu dan Kaisar Puyi, penampilan mereka benar-benar…. ah! Orang dari zaman Dinasti Qing saja belum terlihat cukup sempurna, apalagi dari Dinasti Song. Pada saat itu, dia terkejut dengan semangat menyuruh Zhao Fanzhou untuk melihatnya. Zhao Fanzhou berkata, “Lao Po, aku rasa kamu jauh lebih cantik daripada Sang Ratu.” Ai… kalau saja ini bukan mimpi, benar-benar pindah zaman, bukankah dia tidak akan bertemu lagi dengan suaminya yang bermulut rendahan itu?
Setelah berjalan dua keliling di jalanan, rasanya sangat membosankan. Merasa kalau ini tidak jauh berbeda dengan kostum yang ada di dalam drama TV, kecuali penampilan orang-orangnya yang lebih jelek. Dia ingin kembali, kembali tidur dan berbaring, siapa tahu begitu terbangun dia akan kembali ke samping Zhao Fanzhou-nya.
Em… masalahnya… dia tidak tahu jalan pulang. Ditambah lagi, dia bahkan tidak tahu bagaimana cara bertanya. Jadi, Teman kecil Zhou Xiao, berkeliaran di jalanan. Terkadang menghindari orang dan terkadang menghindari kuda.
“Furen.” Terdengar suara wanita yang tajam dari belakangnya.
Zhou Xiao menoleh dengan cepat, di bawah sinar matahari, Nona Xiao Tao yang cantik itu berjalan dengan cepat ke arahnya, cara berjalannya sangat ringan. Dengan latar belakang sekelompok orang yang terlihat jelek, dia jauh terlihat bagaikan makhluk surgawi.
“Xiao Tao…” Zhou Xiao akhirnya tersadar dari lamunannya.
“Furen, akhirnya aku menemukanmu. Shaoye sudah hampir menggeledah seluruh rumah, ayo kita segera pulang.” Xiao Tao berlari dengan menarik tangannya. Zhou Xiao yang tangannya ditarik sebelah, menggunakan satu tangan untuk menarik roknya. Pakaian macam ini memang tidak cocok digunakan untuk olahraga.
“Tunggu, tunggu!” Zhou Xiao berhenti di depan pintu, “Xiao Tao, shaoye tidak memukul orang kan?” Dia tidak mungkin pindah ke zaman kuno dan dipukul orang.
“Shaoye orang yang lembut, mana mungkin akan melakukan hal seperti itu?” Xiao Tao memberikan pembelaan. “Baik, baik, baik. Bagus kalau tidak.” Zhou Xiao merasa lega.
Xiao Tao pembohong!
Begitu Zhou Xiao memasuki pintu, sebuah tamparan melayang ke arahnya. Untungnya dia berhasil menghindarinya dengan cepat. Dia berbalik dan mendongak ke atas. Wanita tua darimana? Berani memukul orang!
“Niang.” Zhao Fanzhou menarik Zhou Xiao, menyembunyikannya di belakang punggungnya, “Biarkan aku menyelesaikannya.””Hari ini kalau aku tidak mengajarinya dengan baik, aku tidak akan rela!” Wanita tua itu berteriak.
“Hari ini kalau aku tidak mengajarinya dengan baik, aku tidak akan rela!” Wanita tua itu berteriak.
“Da Ge, wanita seperti ini seharusnya beri pelajaran.” Tiba-tiba terdengar suara wanita, Zhou Xiao menoleh ke belakang, hah! Zhao Fanzhou versi perempuan. Tidak bisa, dia sangat ingin tertawa.
“Zi Xin, kamu diam!” Zhou Fanzhou berbicara dengan keras.
Zi Xin? Ubi jalar? Zi Xin?
Zi Xin menghentakkan kakinya dan berlari ke samping wanita tua itu, “Niang, lihatlah Da Ge masih melindunginya!” Kalau tidak melindungiku, lalu harus melindungimu? Kamu saja tidak menemaninya tidur! Zhou Xiao berpikir licik dalam hatinya.
“Bicarakan masalah ini di dalam.” Zhao Fanzhou menariknya ke depan tubuhnya, melindunginya dan membawanya ke dalam rumah.
Sangat luar biasa. Zhou Xiao duduk di kursi, menyaksikan mereka bertengkar dengan penuh minat. Terutama adik kecil, si ubi jalar Zi Xin itu. Wajah dan lehernya sampai merah, mungkin sebentar lagi akan berubah menjadi ubi merah. Tidak tahu apa boleh meminta Xiao Tao membawakan kacang. Menonton TV harus makan sesuatu agar lebih menyenangkan.
“Da Ge, wanita yang tidak patut dilindungi ini seharusnya sudah sejak awal disingkirkan.” Ubi jalar Zi Xin berkata pada Zhao Fanzhou.
Zhou Xiao melirik Zhao Fanzhou, ternyata istrimu mengkhianatimu? Tidak heran suasana hatimu terlihat begitu buruk.
“Sejak awal seharusnya aku tidak mengizinkannya masuk ke rumah ini.” Wanita tua yang merupakan Ibu Zhao Fanzhou mendengus, “sudah dua tahun, bahkan satu telur pun tidak ada! Sengaja ingin memutuskan hubungan ibu dan anak dan menghentikan keturunan.”
Zhao Fanzhou berwajah muram dan tidak berbicara.
“Em… itu, aku manusia, tidak bisa bertelur.” Zhou Xiao yang sudah bersumpah pada langit dan bumi untuk tidak berbicara sepatah pun, akhirnya bersuara. Lagipula, dia bukan menanti perempuan di keluarga ini. Paling banter, anggap saja dia hanya numpang lewat.
“Lihat apa yang dia katakan!” Ibu Zhao Fanzhou menggebrak meja dan bergegas berjalan ke arahnya. Zhou Xiao dengan cepat melompat dari kursi dan bersembunyi di belakang kursi sambil berteriak, “kamu sudah cukup belum! Memukul orang bukanlah perbuatan yang baik.”
“Duduk!” Zhao Fanzhou berteriak pada Zhou Xiao.
“Sakit jiwa ya, memangnya kamu suruh aku duduk lalu aku akan duduk?” Memangnya kamu kira, kamu suamiku? Aku beritahu, aku tidak mau main lagi, aku mau pulang!” Setelah mengatakannya, Zhou Xiao berjalan keluar. Dia mau pulang!
Sebuah kekuatan yang sangat kuat, menangkap pinggangnya dan menariknya kembali ke kursi. “Jangan membuatku jengkel.” kata Zhao Fanzhou dengan sengit.
Zhou Xiao tertegun, tiba-tiba menyadari kalau orang di depan ini sungguh bukan Zhao Fanzhou-nya. Dia tidak bisa terlalu keterlaluan di hadapannya. Dia menenangkan diri dan duduk di kursi.
“Sekarang kamu bereskan dia!” Ibu Zhao Fanzhou berkata dengan marah, “mulutnya penuh dengan kata-kata yang tidak baik, dimana miripnya dengan seorang gadis dari keluarga bangsawan?”
“Kemarin aku melihatnya dan Biao Ge sedang bermesraan di halaman belakang.” Ubi jalar Zi Xin menambahkan minyak dalam kompor. “Kemarin Biao Ge-mu datang?” Zhao Fanzhou bertanya dengan marah.
“Kemarin Biao Ge-mu datang?” Zhao Fanzhou bertanya dengan marah.
“Tidak tahu.”
“Kamu bilang tidak tahu?” Dia menaikkan volume suaranya.
“Aku sudah bilang aku tidak tahu.” Zhou Xiao ikut menaikkan volume suaranya.
Zhao Fanzhou meraih pergelangan tangannya dan meremasnya dengan keras, “Aku tanya satu kali lagi, ada atau tidak?”
“Lepaskan, tanganku sakit!” Zhou Xiao sudah hampir menangis. Dia tidak tahu kakak sepupu darimana, kenapa ada plot yang begitu menjijikkan? Dia mau pulang.…
“Da Ge, untuk apa kamu banyak berbicara omong kosong dengan wanita ini!” Ubi Jalar Zi Xin berjalan ke hadapannya dan mendorong Zhou Xiao. Pijakannya tidak stabil, Zhao Fanzhou pun melepaskan tangannya. Tubuhnya oleng, menabrak meja kopi, pandangannya gelap dan dia pingsan.
(T/N: Niang adalah panggilan untik Ibu di zaman kuno; Da Ge adalah Da Gege atau kakak pertama; Biao Ge adalah kakak sepupu pria.)
“Zhou Xiao, Zhou Xiao, kamu baik-baik saja?” Terdengar suara Zhao Fanzhou dari kejauhan.
Zhou Xiao berusaha membuka matanya dan menangis sejadi-jadinya, “Lao Gong—“
“Kenapa? Apa yang terantuk?” Zhao Fanzhou mengelus kepalanya dengan ekspresi sedih, “Sudah begitu besar, masih bisa terjatuh dari tempat tidur.”
“Dia membiarkanku menabrak meja kopi.” Zhou Xiao berkata sambil menangis.
“Siapa?” Zhao Fanzhou bingung.
“Suamiku di zaman kuno.” katanya.
“Apa? Coba katakan sekali lagi?” Tangan Zhao Fanzhou yang mengelus dahinya sedikit menekannya. “Sakit.” Zhou Xiao berteriak, “aku tidak tahu apa yang terjadi…”
“Aku berbaring di sampingmu tapi kamu malah bermimpi mesum?” Zhao Fanzhou tampak tidak senang.
“Sakit.” Zhou Xiao berteriak, “aku tidak tahu apa yang terjadi…”
“Aku berbaring di sampingmu tapi kamu malah bermimpi mesum?” Zhao Fanzhou tampak tidak senang.
“Siapa yang mimpi mesum? Orang itu begitu mirip denganmu dan lagi dia memukulku.” Zhou Xiao berusaha untuk duduk. “Memukulmu?” Zhao Fanzhou menariknya dan membiarkannya duduk di atas ranjang, “kenapa memukulmu?”
“Memukulmu?” Zhao Fanzhou menariknya dan membiarkannya duduk di atas ranjang, “kenapa memukulmu?”
“Aku juga tidak tahu. Ini semua karena kamu, yang mirip denganmu pasti bukan barang bagus.” Kemarahan juga merupakan pertunjukan keahlian Zhou Xiao.
“Memangnya aku tidak baik terhadapmu? Sampai di dalam mimpimu pun aku tetap jadi orang jahat.” Zhao Fanzhou berkata dengan ketus. “Aku kan sudah bilang, itu suamiku di zaman kuno!”
“Aku kan sudah bilang, itu suamiku di zaman kuno!”
“Suamimu di zaman kuno itu juga aku!”
“Aku sudah bilang bukan!”
“Kamu sendiri yang bilang dia sama denganku, kalau bukan aku siapa lagi?”
“Sekalipun mirip, itu bukan kamu! Sikapnya berbeda!”
“Peduli amat, suami zaman kunomu cuma boleh aku.” Zhao Fanzhou membuat kesimpulan, “yang boleh jadi suamimu, hanya aku.”
“Sakit jiwa, pergi buat sarapan.” Zhou Xiao malas untuk berbicara dengannya.
“Kenapa harus aku?”
“Karena kamu memukulmu!” Zhou Xiao mendorongnya.
“Bukankah tadi kamu bilang itu bukan aku.”
“Bukankah tadi kamu bilang itu kamu.”
“….kamu memang kejam!” Zhao Fanzhou memakai sandal rumah, “mau makan apa?”
“Kamu cuma bisa masak bubur.” Zhou Xiao menatapnya dengan kecewa, “untuk apa ditanyakan lagi, seolah-olah kamu begitu luar biasa.”
“….” Zhao Fanzhou meliriknya dan berjalan keluar. Sebelum dia keluar pintu, dia menoleh dan berkata, “kepalamu yang terantuk tadi, oleskan dengan minyak gosok.”
“Oh.” Zhou Xiao menjawab seadanya, hampir saja terjatuh dari tempat tidur lagi.
“Kalau nanti aku tidak mencium aroma obat gosok, lihat saja nanti!” Zhao Fanzhou menutup pintu dan keluar. Zhou Xiao berjuang bangun dari ranjang dengan enggan, berjalan ke meja rias dan mencari minyak gosok.
Zhou Xiao mengusap minyak gosok dengan lembut di kepalanya sambil menghadap kaca, tiba-tiba merasa ada yang salah dengan tangannya. Dia menghentikan gerakan tangannya dan memperhatikannya dengan seksama. Dia melihat ada memar di pergelangan tangannya, dia terkejut dan melihat kembali ke tempat tidur secara refleks. Tiba-tiba dia merasa tempat tidur itu bagaikan sebuah black hole dan akan menyeretnya ke dalamnya. Dia berteriak, “Lao Gong!”
“Kenapa?” Zhao Fanzhou berlari memasuki kamar.
“Tanganku.” Dia mengangkat tangannya, mulai terisak.
“Kenapa bisa begitu?” Zhao Fanzhou bertanya sambil mengerutkan kening.
“Suami di dalam mimpi itu, meremas pergelangan tanganku.” Zhou Xiao memeluk pinggang Zhao Fanzhou.
Zhao Fanzhou menepuk punggungnya untuk menghiburnya, “Jangan berpikir aneh-aneh, itu cuma mimpi.”
“Itu kenyataan.” Zhou Xiao mendongak, “Sangat menakutkan. Bagaimana kalau aku tiba-tiba menghilang?”
“Dasar bodoh, tanganmu itu mungkin karena tadi malam kita…. em… terlalu bergairah jadi seperti itu.” Zhao Fanzhou membelai rambutnya.
“Bukan, aku tidak peduli. Lain kali aku tidak mau tidur di tempat tidur ini lagi.” Dia masih merasa takut.
“Oke, aku memang sudah lama ingin berganti tempat.” Zhao Fanzhou tersenyum licik, tapi Zhou Xiao tidak tahu apa yang ditertawakan olehnya. Dia meninju Zhao Fanzhou dan berkata, “Aku sudah hampir mati, kamu masih bisa tertawa, kamu tidak sabar ingin melihatku hilang ya?”
“Kalau kamu mengilang, aku akan mencarimu sampai ke ujung dunia,” katanya sambil tersenyum. “Bagaimana kalau aku tidak berada di ujung dunia, tapi di ruang dan waktu yang lain?”
“Bagaimana kalau aku tidak berada di ujung dunia, tapi di ruang dan waktu yang lain?”
“Aku akan pergi ke ruang dan waktu yang lain untuk mencarimu.”
“Kalau kamu tidak bisa datang bagaimana?”
“Bodoh, kamu sampai sana, kenapa aku tidak?”
“Bagaimana aku bisa tahu, kamu pasti tidak bisa.”
“Aku bisa.” Zhao Fanzhou mengecup dahinya, “pasti bisa.”
“Benarkah?”
“Benar.” katanya dengan wajah berkerut.
“Kenapa kamu mengerutkan wajahmu?” Zhou Xiao mencubit pipi Zhao Fanzhou.
“Di dahimu ada minyak gosok.”
“Haha, bodoh.” Zhao Xiao tersenyum senang, “cium lagi.”
“Tidak mau.” Zhao Fanzhou menggandeng tangannya, “kita keluar, pergi masak bubur.”
“Baik.”
Ketika pintu tertutup, terdengar suara percakapan yang jauh, “Bahkan berasnya saja belum kamu cuci.”
“Baru saja aku mau mencucinya, kamu sudah berteriak.”
“Aku tidak berteriak, aku benar-benar tidak mau tidur di ranjang itu lagi.”
“Tidak mau ya sudah, nanti suruh orang datang untuk menggantinya.”
“Kamu yang bilang ya. Kamu yang bayar lho.”
“Kapan kamu pernah membayar?”
“Sepertinya belum pernah.”
“……”
Suara itu semakin jauh, sampai tidak terdengar. Tiba-tiba bunga-bunga ungu kecil di atas sprei memutar dan pusaran yang samar terlihat untuk beberapa detik. Begitu cepat sehingga orang berpikir kalau mata mereka salah lihat.