You’re My Glory - Chapter 15
Chapter ini diterjemahkan oleh Kak El (elvarania)
Editor: Kak Nadita | Proofreader: Kak Glenn
Benak Qiao JingJing kosong sejenak.
Setelah beberapa lama, barulah dia menjawab “Tidak” dengan datar dan memindahkan kakinya untuk membiarkan Yu Tu lewat.
Qiao JingJing samar-samar bisa merasakan bahwa Yu Tu sepertinya tertawa, lalu Yu Tu berjalan masuk dan duduk di sampingnya. Tiba-tiba aroma pria itu dan nafasnya yang terasa membakar meresap ke seluruh panca indera Qiao JingJing.
Tak sampai beberapa menit setelah filmnya dimulai, Qiao JingJing kembali tersadar. Dirinya hanya bisa merasa sedih. Apa dia baru sadar bahwa dirinya baru saja digoda? Dan ternyata dirinya tidak menggoda balik? Dirinya benar-benar pembawa aib di lingkaran panggung hiburan.
Di sudut matanya, Qiao JingJing melirik dengan curiga pada Yu Tu. Yu Tu sedang mengamati layar lebar dengan seksama. Sisi wajahnya yang tampan begitu fokus dan menonton dengan serius.
Baiklah……
Qiao JingJing mengalihkan tatapannya dan mulai menonton filmnya dengan semangat. Setelah hanya menonton selama beberapa menit, dirinya merasakan ada yang salah. Dari apa yang bisa Qiao JingJing lihat, film itu sepertinya menceritakan tentang bagaimana pemeran protagonis begitu tegar mengejar mimpinya meskipun dengan segala rintangan dari keluarganya.
Dirinya teringat ekspresi kesepian di mata Yu Tu di hari ketika dia mengatakan bahwa dia akan menyerah terhadap bintang dan laut.
Akankah suasana hati Yu Tu menjadi turun karena menonton ini?
Filmnya sangat menarik, durasi 90 menit itu bukan momen yang membosankan. Tentu saja pada akhirnya si pemeran protagonis bertahan dengan mimpinya dan mendapatkan dukungan dari keluarganya. Filmnya berakhir dengan lagu penutup yang diputar. Para penonton pergi dengan perasaan puas.
Qiao JingJing dan Yu Tu menunggu hingga semua orang pergi sebelum ikut pergi.
“Aku akan mengantarmu pulang.”
Qiao JingJing mengangguk.
Dalam perjalanan pulang, Yu Tu menjadi agak pendiam. Qiao JingJing mencuri lirikan pada Yu Tu. Yu Tu tampak acuh dalam cahaya malam yang temaram. Yu Tu menyadari bahwa Qio JingJing sedang melihat ke arahnya, jadi pria itu mengangkat alisnya ke arah Qiao JingJing dengan bingung.
“Um, aku tidak tahu jalan ceritanya akan seperti itu.”
“Cukup bagus,” kata Yu Tu. “Laki-laki di film itu seorang pemimpi yang beruntung.”
Pada akhirnya, Qiao Jing Jing tak tahan untuk bertanya, “Terakhir kali, kamu bilang kau ingin menyerah. Kenapa?”
Qiao JingJing ingat bahwa Yu Tu pernah mengatakan bahwa orang tuanya tidak setuju ketika Yu Tu mengambil ujian masuk universitas. “Apakah masih ada penolakan dari keluargamu? Tapi bukankah pamanmu juga masuk dalam kedirgantaraan? Kenapa orang tuamu menolak?”
Yu Tu sedikit terkejut.
Qiao JingJing tiba-tiba menyadari bahwa dirinya tahu terlalu banyak! Karena itu dia cepat-cepat melihat ke langit.
Akan tetapi yang mengejutkannya, Yu Tu tidak mengubah topik pembicaraan, bahkan ada jejak senyum di matanya saat Yu Tu menatap Qiao JingJing.
Qiao JingJing harus mengalihkan tatapannya dari langit: “Itu…PeiPei…”
Yu Tu mengangguk dan berkata, “Aku tahu. Dia tahu semua gosip di kelas.”
“…Itu benar.”
Qiao JingJing segera mengganti topik pembicaraan. “Mungkinkah, orang tuamu masih tidak setuju?”
“Mereka sudah setuju sejak dulu ketika aku ikut ujian masuk pasca sarjana.”
“Kalau begitu kenapa?”
Senyum samar yang sebelumnya tadi tampak di wajahnya kini telah hilang sepenuhnya. Hanya setelah beberapa lama Yu Tu baru berkata, “Orang tuaku datang ke Shanghai beberapa waktu lalu, tapi mereka tidak memberitahuku. Setelah itu bibiku menelponku dan menanyakan tentang kondisi ibuku apakah tumornya sudah jinak atau belum barulah aku tahu bahwa mereka pergi untuk menemui dokter.”
“Ketika aku pergi menemui mereka, mereka tinggal di sebuah hotel kecil yang harganya hanya selusin dolar semalam. Di sana juga ada beberapa biskuit dan mi instan di dalam ruangan.”
Qiao JingJing sudah menebak bebagai macam alasan, tapi dirinya tidak menyangka bahwa alasannya akan begitu umum, biasa, dan tak terselesaikan. Dirinya menyesal dia telah bertanya hingga mengetahui akar dari masalaj.
“Apakah ibumu baik-baik saja?”
“Dia baik-baik saja, hanya kesalaham diagnosa.” Yu Tu menundukkan matanya. “Tapi aku hanya bisa berpikir, bagaimana jika ternyata ibuku memiliki kanker? Apa aku memiliki kemampuan untuk memberikannya kemungkinan pengobatan yang terbaik?”
Yu Tu mengejek dirinya sendiri dengan pertanyaan ini, lalu dia menjawabnya sendiri: “Aku tidak punya kemampuan itu. Seharusnya aku bisa, tapi aku tidak bisa.”
Saat itu, Qiao JingJing hampir saja ingin mengatakan, “Aku bisa membantumu.” Tapi dirinya tahu bahwa dia jelas tidak akan pernah bisa mengatakannya. Setelah beberapa lama, Qiao JingJing bertanya: “Lalu apa rencanamu berikutnya?”
“Investasi perbankan, kurasa.”
Tapi bagaimanapun, Yu Tu sudah bertahun-tahun tidak berlatih apa yang telah dia pelajari saat pria itu mengambil gelar sarjana, jadi dia harus memulai segalanya dari awal lagi. Yu Tu tersenyum, suaranya terdengar sedikit melankolis dan sedikit tertekan. “Sejak kecil, aku selalu bangga akan diriku yang cerdas, tapi aku berakhir tanpa pencapaian apapun diumurku yang ketigapuluh ini.”
Qiao JingJing berhenti berjalan dan melihat ke arah Yu Tu, terdiam sesaat.
Yu Tu berhenti sejenak dan berkata, “Ayo, sudah malam.”
Malam begitu sunyi.
Yu Tu duduk di tempat tidur, bersandar dan merokok. Pikirannya agak kosong. Pria itu berpikir, mungkin dirinya telah bersikap diluar karakternya yang biasanya hari ini.
Pria itu tidak tahu kenapa dia mengatakan begitu banyak kepada Qiao JingJing, bahkan mengungkapkan rasa kalah yang pria itu rasakan di bagian hatinya yang paling dalam. Mengenai situasinya dengan orang tuanya, dirinya bahkan tidak pernah mengatakannya kepada gurunya.
Layar ponsel yang diletakkan di samping bantalnya menyala sekali. Ia mengambilnya dan ternyata ada pesan dari Qiao JingJing.
JingJing: Aku tiba-tiba teringat sebuah kalimat yang sangat cocok denganmu.
Yu Tu: Apa?
JingJing: Bukankah kamu sudah menjadi seekor kelinci yang melihat sebagian besar bintang-bintang.
Yu Tu sejenak tertegun: Kelinci Giok di Weibo?
(Catatan Editor: Maksud dari Kelinci Giok di sini bukan nama Yu Tu. Tapi Kelinci Giok (玉兔/Yùtù) adalah robot penjelajah permukaan bulan untuk meneliti permukaan bulan serta berbagai pengamatan ilmiah lainnya yang berkaitan dengan bulan dan luar angkasa. Informasi lebih lengkap silahkan dicari.)
JingJing: Iya.
Lalu Qiao JingJing mengirimkan sebuah pesan suara yang panjang.
“Sebelumnya, pikiranku terjebak dalam hal bagaimana kamu menjalani semuanya dan tidak menyadarinya. Bagaimana bisa kamu mengatakan kamu tidak mencapai apapun? Bahkan jika kamu ingin menyerah dengan karirmu saat ini dan memulai lagi dari awal, apa yang telah kamu lakukan sebelumnya masih akan ada di sana. Meskipun aku tidak tahu pasti apa yang telah kamu lakukan, kurasa pasti sangatlah berharga. Karena itu jika kamu sudah tidak melakukan pekerjaan ini lagi di masa depan, kamu tidak perlu menghapus apa yang telah kamu lakukan sebelumnya. Setidaknya, kamu harus berjuang dan berusaha keras meraih mimpimu. Dibandingkan hanya berkompromi dan tidak berusaha sama sekali, aku rasa semua ini bukanlah sebuah kesalahan.”
JingJing: Dewa Kelinci, semangat!
Yu Tu mematikan rokoknya. Setelah beberapa saat, dia menekan lama rekaman itu untuk mendengarkan lagi. Suara Qiao JingJing ternyata sangat menyenangkan untuk didengarkan. Yu Tu teringat selama masa-masa sekolah SMA mereka, Qiao JingJing selalu naik ke panggung untuk bernyanyi kapanpun ada kegiatan kebudayaan.
Yu Tu tidak menyangka bahwa suatu hari JingJing akan mengatakan hal seperti itu kepada dirimya.
—— kamu sudah menjadi seekor kelinci yang melihat sebagian besar bintang-bintang.
Benar, apapun yang akan dirinya lakukan di masa depan, sepuluh tahun terakhir ini, Yu Tu tidak pernah membiarkan dirinya jatuh. Entah apakah dirinya akan bertahan atau menyerah, setidaknya dirinya tidak boleh berpikir bahwa itu semua adalah sebuah kesalahan.
Jari Yu Tu menekan tombol kotak balas di WeChat. Dia tidak menyadari bahwa saat ini suasana hatinya menjadi lembut, hingga ketika Yu Tu menulis pesan, dirinya menekan tombolnya dengan begitu lambat.
Yu Tu: Terima kasih.
Yu Tu: Tidurlah.
Yu Tu: Kita akan memulai pertandingan peringkat besok.
JingJing: …Selamat malam!
Yu Tu tersenyum, meletakkan ponselnya, bangkit dan berjalan menuju ke jendela.
Langit di luar jendela begitu gelap gulita, bahkan cahaya bintang yang sangat kecil pun tak terlihat. Yu Tu teringat, hari itu dirinya pergi untuk mencari orang tuanya, saat itu juga sedang gelap gulita. Dirinya juga masih ingat perasaan menyesakkan dalam hatinya ketika dia mendorong terbuka pintu kamar hotel.
Ada saat ketika segalanya telah berada tepat di ujung jarinya dan Yu Tu tidak bisa meraihnya meskipun dirinya menginginkannya, jadi Yu Tu tidak peduli dengan hal itu sedikitpun. Dirinya dulu mengira bahwa dia bisa mengatasi segalanya. Proses menjadi dewasa ini mungkin mengatakan kepadanya, bahwa ternyata Yu Tu tidak memiliki kuasa.
Yu Tu berpikir, dirinya telah mencoba menggapai mimpinya. Seharusnya Yu Tu tidak lagi memiliki penyesalan.