You’re My Glory - Chapter 36
Chapter ini diterjemahkan oleh Kak June (kurenai86)
Editor: Kak Nadita| Proofreader: Kak Glenn
Dia bisa mengenali semua jalan di Shanghai, tetapi justru tidak bisa mengenali jalan menuju Kota Jing?
Qiao JingJing terbangun dari ranjang di kampung halamannya pagi-pagi sekali dan tiba-tiba terpikirkan pertanyaan ini. Dia merasa kalau IQ-nya mungkin juga telah turun sampai angka negatif semalam.
Terlebih lagi, tampaknya pria itu kemudian juga tidak mengisi bahan bakar mobilnya?
Karenanya, mungkin itu adalah alasan yang bisa orang itu pikirkan, dan kemudian dia melupakannya?
Qiao JingJing berbaring di atas ranjang dengan mata terbuka lebar, berpikir tentang penampilannya yang lemah dan mengecewakan semalam. Dia berbalik dengan kesal.
Begitu dirinya berbalik, tanpa diduga JingJing menyadari adanya setumpuk barang di sisi ranjangnya. Oh, bukan, itu orang.
Orang di sisi ranjangnya mendapati kalau dia sudah terbangun, berdiri dengan memegang ponselnya, dan berkata riang, “Kamu akhirnya bangun!”
Setelah berkata demikian, orang itu langsung membungkukkan kepalanya, kedua tangannya menggesek dan mengetuk tanpa henti, ekspresinya sangat gembira. “Aku akhirnya bisa menyalakan suaranya. Sama sekali tak ada moodnya kalau kamu bermain dengan suara yang dimatikan.”
Lalu efek suara King of Glory langsung menyala.
Qiao JingJing: “….”
JingJing bangun untuk menggosok giginya dan membasuh wajahnya. Saat dia kembali, PeiPei akhirnya selesai bermain dan duduk di atas ranjang seraya menilai diri JingJing dengan sikap mencurigakan.
Qiao JingJing: “… Apa yang kamu lakukan?”
PeiPei memungut ponsel Qiao JingJing dan menggoyangkannya. “Aku tidak bermaksud untuk melihatnya. Pesannya muncul sendiri. Yu Tu bertanya padamu apakah kamu sudah bangun.”
Qiao JingJing: “….”
Dia mengambil ponsel itu dan meliriknya, namun dia tak membalas.
PeiPei bergeser lebih dekat kepadanya, “Biar kulihat chat history-mu dengan dia.”
Qiao JingJing langsung mematikannya. “Nggak.”
“Menyebalkan.” PeiPei menyodoknya dan pantang menyerah dalam bertanya, “Hee hee, sekarang apa hubungan antara kamu dengan Yu Tu?”
Qiao JingJing berkata, “Teman sekelas di SMU.”
PeiPei: “… Kubilang padamu, sebagai pendukung setiamu, aku menonton semua acaramu, jadi tentu saja aku juga melihat pertandingan pameran itu, oke? Saat aku melihat Yu Tu naik ke atas panggung, rahangku menganga. Kapan kalian saling berhubungan?”
Qiao JingJing, “Di dalam game.”
Mata PeiPei membelalak lebar. “Lalu kalian berdua ketemu di dunia nyata. Kemudian dia benar-benar mengajarimu cara main game?”
Ringkasan satu kalimat: “Kurang lebih.”
PeiPei langsung jadi sangat bersemangat, “Kemudian sang siswa dewa mengajarimu cara bermain game. Kemudian impianmu telah terwujud?”
… Teman baik selama bertahun-tahun memang sangat menjengkelkan. Pada dasarnya PeiPei tahu kondisi mentalnya luar dalam.
Qiao JingJing mengubah topik. “Bagaimana bisa kamu juga jadi bermain game?”
“Dari menonton pertandingan pameranmu! Kupikir permainan itu kelihatan sangat menarik. Suamiku pernah bermain sebelumnya, jadi dia tinggal membawaku serta. Oh, omong-omong, apa kamu pakai WeChat atau QQ untuk log in? Kamu jarang memakai akun WeChat yang bernama Berkilauan (Shan Shan Fa Guang) itu untuk bermain. Apa itu karena kamu punya akun lain?”
“Aku pakai akun alternatif.”
“Ajak aku. Ajak aku.”
“WeChat-mu? Aku pakai QQ.”
“… Sebagai seorang dewasa, kenapa kamu mau memakai QQ!”
“Mungkin supaya tidak membentuk tim denganmu.”
PeiPei melompat: “Aku sudah level gold!”
“… Oh.”
Tidak peduli.
PeiPei menghabiskan waktu beberapa saat di rumah JingJing, kemudian pulang untuk pesta makan malam. Qiao JingJing juga punya beberapa pesta makan malam selama beberapa saat berikutnya. Sekali setahun, sanak keluarganya perlu memperhatikan dirinya dan pada saat bersamaan dia akan menandatangani setumpuk foto untuk mereka.
Setelah makan malam pada hari ketiga Tahun baru Imlek, PeiPei mampir lagi. Setelah bercengkrama di kamar Qiao JingJing dan bermain sebentar, dia merasa agak bosan dan mendesak, “Bagaimana kalau kita keluar untuk bermain? Kota Jing sudah banyak berubah selama dua tahun terakhir. Di sepanjang danau Dongjiu benar-benar indah.”
Dia mengeluarkan ponselnya dan membiarkan Qiao Jingjing melihat foto-fotonya. “Ada beberapa cafe kecil yang semuanya punya suasana yang sangat menyenangkan. Mereka semua punya ruangan-ruangan pribadi, jadi kalau kamu masuk kamu semestinya takkan ditemukan. Kita bisa mengambil yang dengan pemandangan danau. Jadi apa kamu mau pergi?”
Qiao JingJing menatap foto-foto itu, sedikit tertarik, “Sekarang sudah terlalu malam.”
PeiPei tak mampu berkata-kata. “Ini kan baru jam tujuh! Apa kamu itu benar-benar orang yang tinggal di kota besar? Dan lagipula, kita hanya akan menonton pemandangan malam.”
Qiao JingJing mempertimbangkan selama sesaat. “Oke.”
Pergi ke luar mungkin bagus juga. Dengan demikian dia takkan tinggal di rumah dan selalu tak tahan untuk melihat WeChat-nya. Bagaimana kalau dirinya secara tak disengaja membalas pesannya?
Pada akhirnya, aktivitas utama di cafe itu tetap saja cuma memeriksa ponselnya.
Pasti itu karena setelah mengobrol sebentar, PeiPei mulai bermain video game. Qiao JingJing secara tidak bertanggungjawab mendorong tanggung jawab tersebut kepada teman baiknya itu.
Seraya mendengarkan efek-efek suara dari permainan PeiPei, Qiao JingJing merasa bosan dan membuka Moments (T/N: fungsi jejaring sosial dari aplikasi WeChat di smartphone) dan akun publiknya. Kemudian secara kebetulan dia membuka WeChat Yu Tu.
“Hei, kamu belum membalas begitu banyak pesan WeChat Yu Tu?”
Jumlahnya tidak ‘banyak’, hanya masing-masing satu pada pagi, siang, dan malam.
Tunggu, ada sesuatu yang salah!
Qiao JingJing langsung mematikan ponselnya dan mendorong jauh-jauh kepala yang berada tepat di sebelahnya. “Apa yang kamu lakukan? Konsentrasi dalam memainkan game-mu.”
“Sudah selesai.”
PeiPei mencengkeram tangannya. “Biar kulihat. Bukankah aku sudah men-screenshot ratusan rekaman chat dan mengirimnya kepadamu saat aku dulu mengencani suamiku?”
Qiao JingJing membentak, “Memangnya aku yang minta? Dan semua itu menghabiskan memori ponselku juga!”
“Picik sekali.” PeiPei kembali menduduki kursinya di seberang Qiao JingJing. “Humph! Bahkan kalau kamu tak mengatakan apa-apa, aku masih bisa menebak. Aku menemukan SIM Yu Tu di dalam mobilmu beberapa saat yang lalu.”
Qiao JingJing kaget.
SIM?
Oh, benar juga. Belakangan kemarin, dia pindah untuk duduk di kursi depan, tetapi SIM Yu Tu tertinggal di kursi belakang. Dirinya sudah melupakan hal itu sama sekali.
Tetapi kenapa Yu Tu juga tidak ingat untuk mengambilnya kembali?
“Aku tak bermaksud untuk melihatnya. Aku melihatnya saat aku menaruh jaketku di kursi belakang. Kukira itu punyamu, jadi aku membuka dan melihatnya. Aiya! Aku sudah sangat lama tak melihat siswa dewa besar, tapi dari fotonya, dia masih seganteng sebelumnya.” PeiPei mendesah, kemudian mengubah nada suaranya. “Jadi Nona JingJing, kenapa kalian berdua ada di dalam mobil yang sama dan apa yang kalian berdua lakukan di kursi belakang?”
Qiao JingJing: “Kami tak melakukan apa-apa.”
Kemarin Yu Tu menyetir mobil sampai ke depan rumahnya dan kemudian pergi. Karena orangtuanya baru keluar setelahnya dan tak melihat si pengemudi, mereka selama ini mengira kalau JingJing menyetir mobilnya pulang seorang diri.
Namun jawaban ini jelas tak meyakinkan PeiPei yang pasti telah membayangkan hal lainnya. Dia menggerutu, “Sudahlah. Aku takkan memaksamu.”
“Sebenarnya, ini terasa cukup menakjubkan bagiku. Kapan kamu pernah melihat Siswa Dewa Yu seperti ini, huh? Tapi JingJing, apa kamu tertarik kepadanya? Kalau kamu tertarik, jangan selalu bersikap cuek kepadanya. Sang Siswa Dewa juga punya harga dirinya sendiri,” PeiPei memperingatkannya.
Qiao JingJing menyesap jus buah dan berpikir, dia tak selalu bersikap cuek kepada Yu Tu. Dirinya hanya berniat memberi Yu Tu sikap cuek selama dua bulan.
Karena PeiPei tak bisa menggali gosip apa pun, dia pun kembali bermain di ponselnya.
Ruang pribadi yang kecil itu agak sunyi.
Qiao JingJing mengingat kembali bagaimana mereka juga seperti ini selama masa-masa bersekolah. Saat liburan, mereka akan menemukan suatu tempat untuk mengerjakan pekerjaan rumah bersama-sama, membaca novel bersama dan mengobrol tentang berbagai rahasia dan isi hati.
Pada saat itu, PeiPei juga menyukai seorang anak laki-laki, namun kemudian dia berakhir dengan menikahi orang lain dan menjalani kehidupan yang bahagia dan terberkahi.
JingJing juga dulu berpikir bahwa di dalam kehidupannya takkan pernah ada Yu Tu lagi.
Bila dirinya tak bersama dengan Yu Tu, akankah dirinya bahagia?
Tentu saja. JingJing akan memberi dirinya sendiri sebuah kehidupan yang sangat baik.
Tetapi tak bisa dipungkiri kalau akan ada suatu tempat yang takkan terasa sama
.
PeiPei tiba-tiba memekik kaget, “Aku mau pingsan! JingJing, kita masih ditemukan.”
Benak Qiao JingJing kembali ke masa kini. “Apa?”
“Sepertinya ada orang lewat yang mengambil foto kita dan mengunggahnya ke Moments dia. Kemudian foto itu diteruskan ke mana-mana sampai tiba di gup chat kelas kita. Orang-orang di grup saat ini sedang mendiskusikanmu dan juga sudah @PeiPei.” PeiPei menyorongkan ponselnya untuk dilihat JingJing.
Qiao JingJing menundukkan kepalanya dan melihat. Orang-orang di grup chat SMU-nya sedang mengoper-operkan kabar secepat kilat.
@PeiPei, apa kamu sedang bersama dengan Qiao JingJing?
Kamu ada di mana? Sepertinya kamu difoto di dalam tempat parkir bawah tanah di Dongjiu.
@PeiPei, ada cukup banyak teman sekelas yang berkumpul dan bernyanyi di KTV. Bilang pada Qiao JingJing dan ajak dia.
Ya, ya, kita semua sudah tidak saling bertemu selama lebih dari sepuluh tahun.
Ayolah, sang bintang besar tentunya takkan datang
Qiao JingJing membolak-balik chat itu untuk melihat daftar orang pada acara kumpul-kumpul KTV dan kemudian tanpa peduli, mengembalikan telepon itu pada PeiPei.
PeiPei mengambil teleponnya dan berkata tegas, “Aku sudah memutuskan untuk pura-pura mati.”
Dengan sekenanya dia bermain dengan teleponnya selama sesaat. Tiba-tiba, dia mendapatkan suatu pemikiran dan berkata, “JingJing, biarkan aku bermain dengan akun King of Glory-mu sebentar, oke? Aku ingin mengalami perasaan memainkan game tingkat tinggi.”
Qiao JingJing: “… Apa kamu ingin membawa bencana pada beberapa orang yang malang?”
PeiPei tak setuju, “Aku juga bermain dengan lumayan bagus, oke? Hanya saja aku tak selalu memainkan pertandingan peringkat. Jadi kamu akan mengizinkanku atau tidak? ~~~”
Qiao JingJing benar-benar cemas kalau PeiPei akan membuat dirinya dilaporkan, namun saat melihat wajah memohon kawannya itu, dia tak punya pilihan selain membuka game itu dan menyerahkan ponselnya pada PeiPei. “Kalau kamu bukan tandingan mereka, ingat untuk memberikan ponselnya kepadaku.”
Setelah berkata demikian, sejenak JingJing jadi terbengong-bengong karena kalimat ini adalah salah satu kalimat yang sering diucapkan kepadanya oleh seseorang. Siapa yang akan menyangka kalau hari ini adalah gilirannya untuk mengatakan kalimat tersebut kepada orang lain?
“Oke, mengerti.” PeiPei dengan riang mengambil ponselnya.
Pada akhirnya, keberanian PeiPei hanya di mulut saja. Setelah melihat halaman pembuka pada akun Qiao JingJing, dia jadi keder. “Lupakan saja, aku masih agak takut.”
Dia membuka-buka akun Qiao JingJing dan membuat beberapa komentar dari waktu ke waktu. “ID-mu benar-benar mistis. Apaan ini menggapai kapas? … Wow, peringkat rata-rata kemenangannya tinggi sekali…. Nomor sepuluh di Shanghai dalam bermain dengan Baili Shouyue…. Hei, kamu juga punya dua Pentakill (T/N: membunuh 5 hero musuh secara berturut-turut dalam satu battle) yang unik.”
Qiao JingJing terkejut. “Apa?”
“Pentakill Unik. Kamu sudah lupa apa yang telah kamu capai?”
Qiao JingJing kebingungan dan mengambil kembali teleponnya.
Terdaftar di bawah ‘Informasi Pertarungan’ adalah statistik menyeluruh dari seorang pemain untuk masing-masing jenis data pertarungan, dan di bagian dasar, akan menunjukkan jumlah MVP, triple kill, quadra kill, pentakill, dan legendary kills (T/N: membunuh lebih dari lima hero musuh secara berturut-turut) yang telah dicapai. Datanya yang lain masih normal, namun di samping ‘pentakill unik’, benar-benar ada angka ‘2’.
Ini berarti dia telah mendapatkan dua Pentakill unik.
Akan tetapi, angka ini jelas-jelas masih ‘0’ sebelum dirinya ambil bagian dalam pertandingan pameran. Dan dia belum bermain game lagi sejak pertandingan pameran.
Dari mana datangnya dua Pentakill ini?
Sesuatu samar-samar melintas dalam benaknya. Qiao JingJing buru-buru membuka ‘Catatan Pertarungan’-nya.
Kemudian tatapannya membeku.
“JingJing, JingJing?”
Beberapa menit kemudian, PeiPei melihat bahwa Qiao JingJing masih menatap layar tampilan permainan tersebut dan dia jadi tak tahan untuk melambaikan tangannya di depan Qiao JingJing.
Qiao JingJing mengangkat kepalanya. Matanya tampak berkilauan. “Apakah teman-teman sekelas mengadakan kumpul-kumpul di KTV malam ini?”
PeiPei menganguk. “Ya.”
Qiao JingJing berkata, “Aku ingin pergi sekarang.”
“Ah?” PeiPei menatap nanar kepadanya.
“Berikan teleponmu.”
Tanpa berekspresi, PeiPei membuka kunci teleponnya dan memberikannya kepada JingJing. Qiao JingJing mengambil ponsel itu, membuka grup chat WeChat kelas, dan mengirimkan sebuah pesan.
PeiPei:
Oke, aku akan membawa dia ke sana sekarang juga ^_^ @semua orang.